Page 157 - A Man Called Ove
P. 157

A Man Called Ove

                Tom, dengan ekspresi angkuh, menunduk memandang
            wajah Ove. Sosok gelapnya menjulang di hadapan Ove seperti
            bayang-bayang.

                “Aku tidak mengambil arloji siala—”
                “KEMBALIKAN!” teriak Ove sebelum Tom menyelesaikan
            kalimatnya, begitu garang hingga para lelaki lain di ruangan
            itu tahu diri untuk sedikit merapat ke loker mereka.

                Sedetik kemudian, jaket Tom terenggut dari tangannya
            dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga dia bahkan tidak
            berpikir untuk memprotes. Dia hanya berdiri di sana, seperti
            anak terhukum, ketika Ove mengeluarkan arlojinya dari saku
            bagian dalam jaket.
                Lalu, Ove memukul Tom, sekali saja. Itu sudah cukup.
            Tom roboh seperti sekarung tepung basah. Ketika tubuh besar
            itu menumbuk lantai, Ove sudah berbalik dan berjalan pergi.
                Saat seperti itu akan dialami oleh semua lelaki, ketika
            mereka memilih akan menjadi jenis lelaki macam apa. Dan,
            jika kau tidak mengetahui ceritanya, kau tidak mengenal
            mereka.



                Tom dibawa ke rumah sakit. Berulang kali dia ditanya
            apa yang terjadi, tapi mata Tom hanya mengerjap-ngerjap
            dan menggumamkan sesuatu mengenai “terpeleset”. Dan,
            anehnya, tak satu pun dari para lelaki yang pada saat itu
            berada di ruang ganti ingat apa yang terjadi.
                Itulah kali terakhir Ove melihat Tom. Dan, dia
            memutuskan, itulah kali terakhir dia membiarkan orang
            lain menipunya.


                                       152
   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162