Page 159 - A Man Called Ove
P. 159

A Man Called Ove

            mendadak dia diberi tujuan. Sasaran. Sesuatu yang harus
            dicapai.

                Kegembiraan Ove hanya bertahan selama kurang dari
            sepuluh menit saja.
                Petugas perekrut mengatakan pemeriksaan medis itu
            “hanya formalitas”. Namun ketika stetoskop diletakkan di
            dada Ove, terdengar sesuatu yang seharusnya tidak terdengar.
            Dia dikirim ke dokter di kota. Sepekan kemudian, Ove diberi
            tahu bahwa dirinya punya kondisi jantung bawaan. Dia
            dikecualikan dari wajib militer apa pun selanjutnya. Ove
            menelepon dan memprotes. Dia menulis surat-surat. Dia
            mengunjungi tiga dokter lain dengan harapan telah terjadi
            kekeliruan. Itu tidak ada gunanya.

                “Peraturan adalah peraturan,” kata lelaki berkemeja
            putih di kantor administrasi tentara, kali terakhir Ove pergi
            ke sana untuk mencoba membatalkan keputusan itu. Ove
            merasa begitu kecewa hingga dia bahkan tidak menunggu
            bus. Dia berjalan kembali hingga ke stasiun kereta. Dia duduk
            di peron, merasa lebih putus asa dibandingkan kapan pun
            semenjak kematian ayahnya.
                Beberapa bulan kemudian, Ove akan berjalan menyusuri
            peron itu bersama perempuan yang ditakdirkan untuk
            dinikahinya. Namun, tentu saja, pada saat itu dia sama sekali
            tidak mengetahui hal ini.
                Ove kembali pada pekerjaannya sebagai petugas
            kebersihan malam di jawatan kereta api. Dia menjadi semakin
            pendiam. Akhirnya, perempuan tua yang menyewakan kamar
            kepadanya merasa begitu jemu melihat wajah murung Ove



                                       154
   154   155   156   157   158   159   160   161   162   163   164