Page 274 - A Man Called Ove
P. 274
Fredrik Backman
Namun, pada salah satu malam di awal musim panas
bulan Mei itu, yang selalu muncul dengan membawa janji-
janji lembut mengenai musim panas mendatang, Sonja
menggerakkan kursi roda ke arah Ove, meninggalkan bekas-
bekas roda halus di lantai kayu. Ove sedang duduk di meja
dapur, menulis salah satu suratnya, dan Sonja menyingkirkan
pena Ove, menyelipkan tangan ke dalam genggamannya,
dan menekankan telunjuk ke telapak tangan kasar Ove.
Menyandarkan kening dengan lembut di dada Ove.
“Cukup sudah, Ove. Tidak ada lagi surat-surat. Tidak
ada ruang untuk hidup dengan semua suratmu itu.”
Lalu, Sonja mendongak, membelai pipi Ove dengan
lembut, dan tersenyum.
“Cukup sudah, Ove Sayangku.”
Jadi cukuplah sudah.
Keesokan paginya, Ove bangun saat fajar, menyetir
Saab ke sekolah Sonja, dan dengan tangan telanjangnya dia
membangun rampa untuk penyandang cacat yang ditolak
pembangunannya oleh dewan kota. Dan setelah itu, sejauh
ingatan Ove, Sonja pulang setiap malam dan bercerita,
dengan api di matanya, mengenai semua bocah laki-laki dan
perempuannya. Bocah-bocah yang tiba di ruang kelas dengan
kawalan polisi, tapi bisa mendeklamasikan puisi berusia
empat ratus tahun ketika mereka meninggalkan sekolah.
Bocah-bocah yang bisa membuat Sonja menangis, tertawa,
dan menyanyi hingga suaranya memantul dari langit-langit
rumah kecil mereka. Ove tidak pernah bisa memahami anak-
269