Page 279 - A Man Called Ove
P. 279
A Man Called Ove
Dan dengan perkataan itu, pembicaraan diakhiri. Patrick
berupaya untuk tidak tampak terkejut. Parvaneh berupaya
untuk tidak meledakkan tawa. Keduanya tidak terlalu berhasil.
“Tidak bisakah kita berhenti di suatu tempat untuk
membeli makanan?” sela Jimmy sambil membetulkan posisi
duduknya. Saab itu mulai bergoyang-goyang.
Ove memandang kelompok yang berkumpul di seke-
lilingnya, seakan dia telah diculik dan dibawa ke sebuah
semesta paralel. Sejenak, dia berpikir untuk menyimpang
dari jalanan, hingga disadarinya skenario terburuk adalah
mereka semua akan menemaninya ke alam baka. Setelah
memahami hal ini, dia mengurangi kecepatan dan semakin
menjauh dari mobil di depannya.
“Pipis!” teriak gadis tiga tahun.
“Bisakah kita berhenti, Ove? Nasanin ingin kencing,”
teriak Parvaneh, dengan cara aneh orang yang percaya bahwa
kursi belakang Saab berjarak dua ratus meter di belakang
kursi pengemudi.
“Ya! Dengan begitu kita bisa membeli makanan juga.”
Jimmy mengangguk penuh harap.
“Ya, ayolah, aku juga ingin kencing,” kata Parvaneh.
“Ada toilet di McDonald’s,” kata Jimmy membantu.
“McDonald’s boleh juga, berhentilah di sini.” Parvaneh
mengangguk.
“Tidak akan berhenti di sini,” kata Ove tegas.
Parvaneh mengamatinya lewat kaca spion. Ove balas
memelotot. Sepuluh menit kemudian, dia duduk di dalam
274