Page 313 - A Man Called Ove
P. 313

A Man Called Ove

            hingga Ove yakin sekali pelat nomor mobilnya akan tertera
            di cat mobil mereka setibanya mereka di rumah. Parvaneh
            memandang kaca spion dengan gugup. Jip itu meraungkan
            mesin, seakan menyalurkan semacam pendapat. Ove berbalik
            dan memandang lewat jendela belakang. Dia memperhatikan
            bahwa seluruh leher kedua lelaki itu dipenuhi tato. Seakan
            jip belum cukup jelas untuk mengiklankan ketololan mereka.

                Lampu lalu lintas berubah hijau. Parvaneh memasukkan
            persneling, mesin Saab meletup-letup dan panel instrumennya
            berubah hitam. Dengan gugup Parvaneh memutar kunci
            mobil, dan tindakannya itu hanya membuat mesin mendecit-
            decit memilukan. Mesin itu meraung, terbatuk-batuk, lalu mati
            lagi. Kedua lelaki berkepala plontos dengan leher bertato itu
            membunyikan klakson. Salah seorang dari mereka membuat
            isyarat dengan tangannya.
                “Tekan kopling dan beri lebih banyak gas,” kata Ove.

                “Itulah yang sedang kulakukan!” jawab Parvaneh.
                “Bukan itu yang sedang kau lakukan.”
                “Ya, itu yang kulakukan!”

                “Kini kau berteriak.”
                “SIALAN! AKU TIDAK BERTERIAK!” teriak Parvaneh.
                Jip itu membunyikan klakson. Parvaneh menekan
            pedal kopling. Saab bergulir mundur beberapa sentimeter
            dan menumbuk bagian depan jip. Kedua Tato Leher kini
            membunyikan klakson seakan itu adalah alarm serangan
            udara.

                Parvaneh mengotak-atik kunci mobil dengan putus
            asa, hanya untuk diganjar dengan kemogokan lagi. Lalu

                                       308
   308   309   310   311   312   313   314   315   316   317   318