Page 44 - A Man Called Ove
P. 44
Fredrik Backman
“Dan ini semakin lama semakin parah,” imbuhnya, kalau-
kalau karena semacam keajaiban istrinya tidak mendengar
perkataannya tadi.
Hari ini, dia bahkan belum menempuh dua kilometer,
ketika sebuah Mercedes hitam menempatkan diri di belakang
Saab-nya dengan jarak sehasta. Ove memberi isyarat dengan
mengedipkan lampu rem tiga kali. Mercedes itu mengedip-
ngedipkan lampu sorot jauhnya dengan kesal. Ove mendengus
pada kaca spion. Seakan dia harus menyingkir saat orang-
orang tolol ini memutuskan bahwa pembatasan kecepatan
tidak berlaku untuk mereka.
Yang benar saja. Ove tidak bereaksi. Mercedes itu
kembali mengedip-ngedipkan lampu sorot jauhnya. Ove
mengurangi kecepatan. Mercedes itu membunyikan klakson.
Ove mengurangi kecepatan hingga 20 km per jam.
Ketika mereka mencapai puncak sebuah bukit, Mercedes
itu meraung melewati Ove. Pengemudinya, seorang lelaki
berusia empat puluhan yang berdasi dan dengan kabel putih
memanjang dari kedua telinganya, mengacungkan jari tengah
kepada Ove lewat jendela. Ove membalas isyarat itu dengan
cara yang dilakukan oleh semua lelaki berusia tertentu yang
telah dibesarkan dengan baik: perlahan-lahan mengetuk-
ngetukkan ujung telunjuknya ke sisi kepala. Lelaki di dalam
Mercedes berteriak hingga ludahnya menciprati bagian dalam
kaca depan mobilnya, lalu menginjak gas dan menghilang.
Dua menit kemudian, Ove tiba di lampu merah. Mercedes
itu berada di antrean paling belakang. Ove mengedipkan
lampu depan. Dia melihat pengemudi Mercedes menoleh ke
39