Page 87 - A Man Called Ove
P. 87
A Man Called Ove
“Ya, ya, ya, setiap perkataanmu menyenangkan,
sungguh,” jawab Parvaneh, dengan cara yang membuat Ove
merasa bahwa perempuan itu tidak bersungguh-sungguh
dengan perkataannya.
Sejenak Ove melepaskan cengkeramannya pada pegangan
pintu, lalu mengamati kotak biskuit di tangannya.
“Benar. Biskuit Arab. Patut dimiliki, bukan?” gumamnya.
“Persia,” ujar Parvaneh membetulkan.
“Apa?”
“Persia, bukan Arab. Aku berasal dari Iran—kau tahulah,
yang bahasanya Farsi?” jelasnya.
“Fantasi? Setidaknya kau bisa berkata begitu,” jawab
Ove setuju.
Tawa perempuan itu mengejutkannya. Seakan tawa itu
berkarbonasi dan seseorang telah menuangnya terlalu cepat
sehingga berbuih ke segala arah. Tawa itu sama sekali tidak
cocok dengan semen kelabu dan batu-batu hampar taman
yang bersudut tegak lurus. Itu tawa nakal serampangan yang
menolak untuk mematuhi peraturan dan instruksi.
Ove mundur satu langkah. Kakinya lengket pada selotip
di dekat ambang pintu. Ketika berupaya melepaskan selotip
itu dengan sedikit jengkel, dia merobek ujung lembaran
plastiknya. Dan, saat dirinya berupaya melepaskan selotip
dan lembaran plastik itu, dia terhuyung-huyung mundur,
menarik lebih banyak plastik lagi. Dengan marah dia
memulihkan keseimbangan. Tetap berdiri di ambang pintu,
berupaya menenangkan diri. Kembali meraih pegangan pintu,
82