Page 93 - A Man Called Ove
P. 93
A Man Called Ove
Si Kerempeng terkekeh dan menggeleng. “Oh, baiklah,
aku paham maksudmu! Tidak, aku perlu tangga karena jendela
di lantai atas macet. Tidak bisa dibuka.” Dia mengimbuhkan
kalimat terakhir itu seakan, jika tidak, Ove tidak akan bisa
memahami implikasi kata ‘macet’.
“Jadi, sekarang kau hendak mencoba membukanya dari
luar?” tanya Ove.
Si Kerempeng mengangguk dan dengan canggung
mengambil tangga itu dari Ove. Ove tampak seakan hendak
mengucapkan sesuatu yang lain, tapi kemudian berubah
pikiran. Dia berpaling kepada Parvaneh.
“Dan, mengapa pula kau berada di sini?”
“Untuk memberi dukungan moral,” celoteh perempuan
itu.
Ove tidak tampak terlalu yakin. Begitu pula si Kerempeng.
Dengan enggan, pandangan Ove beralih kembali
kepada istri Rune. Perempuan itu masih berada di sana.
Rasanya seakan sudah bertahun-tahun sejak kali terakhir
Ove melihatnya. Atau setidaknya, sejak Ove benar-benar
memandangnya. Perempuan itu sudah menua. Belakangan
ini, semua orang seakan menua di balik punggung Ove.
“Ya?” tanya Ove.
Istri Rune sedikit tersenyum, lalu menyatukan kedua
tangannya di depan perut.
“Ove, kau tahu, aku tidak ingin mengganggumu, tapi
ini mengenai radiator-radiator di rumah kami. Kami tidak
bisa memasukkan panas ke dalamnya,” katanya hati-hati
sambil tersenyum kepada Ove, si Kerempeng, dan Parvaneh.
88