Page 103 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 103

www.rajaebookgratis.com





               35
               PERNIKAHAN KEDUA DAN KETIGA
               SAYANGNYA,  meski  dengan  semua  pemahaman  tersebut,  dengan  melihat  sendiri  semua
               kenyataan  itu  (menyaksikan  kebahagiaan  Mamak  saat  menggendong  Intan),  Ikanuri  dan
               Wibisana sempurna mengulang kejadian sebelumnya. Mereka berdua membuat Wulan dan
               Jasmine menunggu lebih lama lagi. Tetap tidak ada kepastian. Padahal setiap jadwal pulang
               dua  bulanan,  Wulan  dan  Jasmine  sekarang  juga  ikut  pulang.  Ikut  menghabiskan  hari  di
               perkebunan strawberry. Menjadi bagian anggota keluarga.
                   Enam  bulanberlalu.  Tetap tidak  ada  tanda-tanda  hubungan  mereka  akan  melangkah  ke
               tahapan  yang  lebih  serius.  Kak  Laisa  tidak  hanya  sekali  mengajak  bicara  Ikanuri  dan
               Wibisana,  soal  melintas,  tentang  tidak  usah  menunggu.  Sudah  berkali-kiili.  Tetapi  kedua
               sigung itu hanya mengangguk. Nyengir, lantas berkata ringan,
               "Siapa pula yang akan menunggu Kak Lais? Kita hanya belum siap saja, kok. Kak Lais sok
               ditunggu sih!!"
               "Usia  kalian  sudah  lebih  dari  tiga  puluh  tahun.  Sudah  memiliki  pekerjaan  yang  baik.
               Memiliki  rumah.  Sudah  matang.  Apa  lagi  yang  kalian  harus  siapkan?"  Kak  Laisa  ikut
               tertawa,  kembali  bertanya  serius.  Ikanuri  dan  Wibisana  lagi-lagi  hanya  menimpali  sambil
               bergurau. Yang justru sebenarnya malah menutupi masalah besar mereka berdua.
                   Dulu  waktu  kasus  Dalimunte,  mereka  berdua  sebenarnya  tidak  habis  pikir  bagaimana
               mungkin  Dalimunte  harus  menunggu  begitu  lama  hingga  akhirnya  mengambil  keputusan.
               Mereka juga dulu begitu sebal saat harus mengantar malam-malam Cie Hui yang menangis
               pulang ke kota kecamatan. Tidak bisa mengerti mengapa Dalimunte yang jenius dan amat
               rasional  bisa  jadi  sekeras  kepala  itu?  Seolah-olah  melemparkan  seluruh  akal  sehat  yang
               dimilikinya. Begitu sulitkah untuk mengambil keputusan melintas Kak Laisa?
                   Sekarang mereka sesungguhnya paham ternyata urusan itu memang tidak mudah. Setiap
               pulang  dua  bulanan,  menyaksikan  Kak  Laisa  yang  tersenyum  riang  menggendong  Intan.
               Membawa Intan mengelilingi perkebunan strawberry. Mengenalkannya dengan tetangga lain.
               Makan  malam,  meriah.  Penuh  tawa.  Tapi  di  penghujung  shubuh,  menyasikan  sendiri  Kak
               Laisa yang berdiri di lereng lembah. Sendirian. Senyap. Melihat paradoks tersebut. Membuat
               mereka tidak pernah memiliki gambaran masalah yang utuh. Apa yang selama ini dirasakan
               Kak Laisa?
               Apakah yang sesungguhnya Kak Laisa rasakan?
                   Ikanuri  dan  Wibisana  tidak  seberuntung  Dalimunte  dalam  urusan  ini.  Mereka  tidak
               memiliki  mekanisme  berbicara  serius  dengan  Kak  Laisa,  seperti  Dalimunte  yang  suka
               menemani  berdiri  di  lereng  perkebunan.  Jadi  enam  bulan  berlalu,  yang  terjadi  hanya
               percakapan  penuh  gurauan,  jawaban-jawaban  ngarang,  dan  sebagainya.  Tanpa  kemajuan
               yang berarti.
                   Enam  bulan  lagi  berlalu.  Dua  sigung  nakal  itu  tetap  tidak  bisa  mengambil  keputusan.
               Justru sibuk mengingat-ingat masa lalu. Segala kebaikan Kak Laisa kepada mereka. Segala
               keburukan mereka kepada Kak Laisa, maka dua sigung itu makin ringkih dengan keputusan.
               Bagaimanalah mereka ekan membuat Kak Laisa dilintas untuk yang kedua dan ketiga kalinya
               sekaligus?  Ya  Allah,  meski  Kak  Laisa  terlihat  baik-baik  saja,  meski  Kak  Laisa  bilang  ia
               memang baik-baik saja tapi mereka tidak akan tega melakukannya. Tidak setelah menyadari
               Kak Laisa mengorbankan seluruh masa kecil dan renajanya untuk mereka.
                   Dalimunte  akhirnya  melibatkan  diri  dalam  urusan  tersebut.  Memberikan  banyak
               penjelasan. Menjawab banyak pertanyaan, tapi tetap tidak ada hasilnya. Yashinta dalam satu
               dua pembicaraan di ruang depan, juga ikut mendesak.
               "Susah amat sih? Semakin lama tidak ada kepastian, nanti semakin banyak dosanya, tahu!"
               Nyengir.  Ikanuri  dan  Wibisana  hanya  menatap  datar  Yashinta.  Adik  mereka  belum
               merasakan sendiri betapa semua ini tidak mudah.
   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108