Page 104 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 104

www.rajaebookgratis.com





               "Atau menunggu Kak Wulan dan Kak Jasmine dijodohkan seperti Kak Cie Hui dulu? Hati-
               hati  loh, sekarang saja  Kak  Wulan dan Kak Jasmine sudah tidak bisa  ikut ke perkebunan,
               bukan?"
               Tertawa. Mamak dan Cie Hui juga ikut tertawa mendengar gurauan Yashinta. Ikanuri melotot
               sebal, tangannya seperti biasa terangkat. Malam itu Wulan dan Jasmine memang tidak bisa
               ikut pulang ke perkebunan. Ada acara keluarga.
               "Eh,  eh,  lihat,  lihat!"  Yashinta  berseru.  Menunjuk  Intan  yang  sejak  tadi  duduk  menatap
               sekitar. Perlahan mulai berdiri. Perhatian di beranda berpindah. Menoleh.
               " Aduh mau belajar jalan ya? Sini sayang, sini sama Tante Yash....
               Kaki-kaki kecil Intan sedikit bergetar menopang tubuhnya.
               Muka  menggemaskan  itu  menyeringai.  Mulutnya  terbuka.  Mata  besar  beningnya  menatap
               sekeliling. Usia Intan hamir setahun, masanya belajar berjalan.
               "Ayo, ayo..., Tang-ting-tung! Intan manis, ayo jalan.." Yashinta tertawa, berseru memberikan
               semangat Yang lain ikut tertawa.
                   Kaki  Intan  bersiap  melangkah.  Membuat  percakapan  soal  Ikanuri  dan  Wibisana
               terlupakan. Wajah Mamak berseri-seri. Apalagi Kak Laisa. Ikutan duduk jongkok di sebelah
               Yashinta. Memberikan semangat.
                   Mata hitam besar Intan mengerjap-ngerjap. Sejenak. Dan seperti mengerti benar kalau ia
               sedang menjadi pusat perhatian, bayi kecil itu mendadak duduk kembali begitu saja. Nyengir
               lebar.  Seolah-olah  hendak  berjalannya  tadi  hanya  tepu-tepu.  Membuat  yang  lain  terdiam,
               'kecewa' (meski kemudian tertawa). Sejak kecil Intan memang sudah begitu. Sok-jadi pusat
               perhatian.
                   Intan  sudah  benar-benar  bisa  berjalan  ketika  akhirnya  Ikanuri  dan  Wibisana  berhasil
               mengambil  keputusan  penting  tersebut.  Saat  usia  Ikanuri  dan  Wibisana  hampir  tiga  puluh
               lima tahun. Bukan. Tentu saja bukan karena Wulan dan Jasmine akan dijodohkan orang tua
               mereka masing-masing,
                   Siang itu, Kak Laisa terbata menelepon adik-adiknya. Teknologi telepon genggam sudah
               tiba di  lembah  mereka.  Dan  mereka sudah  memiliki enam  nomor penting untuk keluarga.
               Waktu  itu,  Dalimunte  terpaksa  bergegas  meninggalkan  konvensi  fisika  di  Kuala  Lumpur,
               melupakan  kalau  presentasinya  penting  sekali  untuk  karir  penelitiannya  (dia  baru  saja
               mendapatkan  gelar  profesor).  Bergegas  terbang  langsung  ke  Jakarta,  Transit  sebentar
               menjemput Cie Hui dan Intan, yang sudah pandai berlari.
                   Ikanuri dan  Wibisana  juga segera  meninggalkan  pekerjaan di  bengkel  mereka. Pulang.
               Kabar  dari  Kak  Laisa  mengkhawatirkan.  Lupakan  soal  tender  suku  cadang  salah  satu
               perusahaan otomatif lokal. Nanti-nanti bisa diurus. Mereka harus segera pulang.
                   Yashinta yang sedang menyelam di Kepulauan Kaimana, Papua juga pulang. Membuat
               sebal kolega penelitiannya dari Inggris. Karena secara teknis, Yashinta yang menjadi guide
               riset  tentang  konservasi  terumbu  karang.  Jadi  kalau  guide-nya  pulang,  siapa  yang  akan
               memandu mereka?
               "Mamak  sakit keras.... Pulang.... Kalian  harus  segera pulang.... Berangkat dengan pesawat
               pertama."
               Hanya itu kalimat terbata Kak Laisa. Lebih banyak seruan tertahan, dan denting kecemasan.
               Maka  mereka  tidak  perlu  menunggu  dua  kali.  Segera  pulang.  Bagaimanalah?  Bukankah
               Mamak tidak pernah sakit selama ini? Mamak yang terlihat selalu kuat. Selalu sehat. Paling
               juga  dulu-dulu  hanya  demam  biasa.  Sehari  dua  sudah  membaik  dengan  sendirinya.  Tetap
               mengerjakan  banyak  hal.  Memasak  gula  aren.  Menganyam  anyaman  rotan.  Ke  kebun.
               Membersihkan gulma. Hanya perlu di kerok dan berbekam. Sembuh. Bagaimanalah Mamak
               sekarang sakit keras? Itu enar-benar mencemaskan.
                   Mereka tiba di bandara kota provinsi hampir bersamaan. Ikanuri langsung mengemudikan
               mobil  balap  modifikasi  yang  diantar  karyawan  bengkelnya.    Menuju  rumah  sakit  kota
   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109