Page 38 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 38

www.rajaebookgratis.com





               "Lima menit  lalu  mereka  bilang  sudah  di   bandara, menunggu jadwal penerbangan dua
               jam  lagi."  Wibisana menjawab.
               "Semoga kita bukan yang terakhir tiba."
               "Tentu tidak, Ikanuri—"
               "Semoga kita tidak datang terlambat."
               Ikanuri mengeluh sekali lagi. Itu benar-benar keluhan tertahan.
               Wibisana menepuk-nepuk bahu Ikanuri. Tersenyum. Berbisik,
               "Tidak akan terjadi apa-apa, Ikanuri. Kita akan tiba tepat waktu. Berdoalah, Kak Laisa akan
               baik-baik saja...."
                   Hujan turun semakin deras. Badai semakin kencang.

                   Empat jam setelah Dalimunte dan keluarganya mendarat di bandara kota provinsi, giliran
               Jasmine, istri Ikanuri, Wulan, istri Wibisana, beserta anak-anak mereka, Juwita dan Delima
               tiba di sana. Repot sekali Juwita dan Delima mendorong sepeda BMX mereka keluar dari
               lobi kedatangan bandara.
                   Tadi meski Ummi mereka berdua memaksa buruan, kedua anak nakal usia enam tahun itu
               justru  kompak  memaksa  membawa  sepeda  BMX  spesialis  trek  gunung  masing-masing,
               "NGGAK  MAU!  Juwita  harus  bawa  sepeda!  Kan,  asyik  buat  keliling  kebun  strawberry
               bareng Eyang Lainuri dan Wawak Laisa!"
               Karena  rumah  mereka  berseberangan  halaman,  maka  jika  yang  satu  membawa  sepeda,
               otomatis yang lainnya juga ikutan bawa. Tidak mau kalah.
                   Juwita dan Delima memutuskan untuk tidak banyak berdebat lagi. Membiarkan saja putri-
               putri tunggal mereka membawanya. Jadi terlihat sedikit mencolok saat dua anak perempuan
               berumur enam tahun itu mendorong sepedanya dari counter pengambilan bagasi bandara.
               "Mi, Kak Intan sudah sampai, belum?" Delima bertanya,
               "Masih di perjalanan, di mobil jemputan perkebunan—"
               Wulan, Ummi Delima memasukkan telepon genggamnya ke tas tangan. Barusan menelepon
               Cie Hui, Ummi Intan.
               "Eh, Mi, Kak Intan bawa sepeda juga, nggak?"
               Juwita yang bertanya ke Umminya.
               "Tidak tahu, sayang. Yang Ummi tahu Kak Intan pasti bawa gelang 'Safe The Planet'-nya"
               Jasmine, Ummi Juwita tertawa kecil. Membantu memotong tali rafia. Perkebun strawberry
               mengirimkan jemputan kijang kapsul, jadi dua sepeda itu terpaksa diikat diatas mobil.
                   Dua gadis kecil itu menyeringai, bersitatap satu sama lain, idih, pasti Kak Intan maksa-
               maksa  lagi  makai  gelang  itu.  Perasaan  baru  dua  minggu  lalu  mereka  dikirimi  satu  kotak.
               Disuruh-suruh jual ke teman-teman di sekolah. Ditanyain tiap hari lewat telepon dan email.
               Orang mereka berharapnya kak Intan juga bawa sepeda, kan asyik bisa bertiga keliling kebun
               strawberry  bareng  Eyang  atau  Wawak.  Siapa  pula  yang  mau  dipaksa-paksa  pakai  gelang
               karet norak itu.
               "Mi, Tante Yashinta sudah di mana?"
               "Nggak tahu, sayang—"
               "Tante Yashinta juga pulang, kan?"
               "Nggak tahu. Harusnya iya—"
               "Abi kapan tibanya dari Itali, Mi?"
               "Ummi nggak tahu, Delima. Keretanya masih terjebak badai—"
               "Eh, Wak Laisa emang sakitnya apaan sih, Mi?"
               "Nggak tahu, Delima—"
               Ummi melotot, ia sibuk membantu  sopir  mengikat sepeda,  Delima justru  sibuk bertanya.
               "Terus yang Ummi tahu apaan, dong? Payah nih!"
               Delima nyengir, sedikitpun merasa tidak berdosa dengan celetukannya.
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43