Page 48 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 48

www.rajaebookgratis.com





                   Semua orang tahu tentang pemikat sang siluman, penguasa Gunung Kendeng. Membuat
               siapa saja  yang  berani  merambah wilayahnya di  malam  hari akan tersesat di dalam  hutan.
               Hanya  berputar-putar  saja  di  satu  titik,  lantas  tanpa  disadarinya  sudah  masuk  ke  dalam
               perangkap sang siluman.
                   Sudah  delapan  tahun  berlalu  kejadian  mengenaskan  itu  tidak  terjadi  lagi  di  lembah
               mereka.  Dulu,  waktu  Laisa  masih  kecil,  ia  dua  kali  melihat  kejadian  serupa.  Salah  satu
               penduduk kampung yang tidak pulang-pulang hingga malam hari, besoknya ditemukan sudah
               dengan tubuh tercabik-cabik. Orang dewasa di kampung itu mengerti benar, kalau Ikamuri
               dan Wibisana sampai berani masuk ke dalam hutan rimba, pencarian mereka malam ini akan
               berakhir sama—
                   Juga Wak Burhan. Siapa yang akan lupa lima belas tahun silam saat anak tunggal Wak
               Burhan yang berumur dua puluh empat tahun ditemukan keesokan paginya, hanyut di sungai
               deras dengan wajah berbilur cakaran. Yang membuat Wak Burhan tinggal sendirian hingga
               hari ini, karena istrinya sudah kapan tahun meninggal.
               "Kak, apa Ikanuri dan Wibisana baik-baik saja—"
               Dalimunte pelan menyentuh lengan Laisa, bertanya cemas ke sekian kalinya.
                   Laisa menoleh. Menggigit bibir. Entah menjawab apa. Ia sama sekali tidak mendengarkan
               pertanyaan Dalimunte. Kenangan buruk itu membungkus kepalanya. Kemana adik-.adiknya
               malam ini? Kemana Ikanuri dan Wibisana? Kemana, ya Allah....
                   Dan  entah  mengapa  akhirnya  kesadaran  itu  ditanamkan  di  kepalanya.  Laisa  mendadak
               ingat sesuatu. Ia ingat pernah mendengar pembicaraan Ikanuri dan Wibisana beberapa hari
               lalu setelah kejadian starwagoon tua itu. Ia tahu. Laisa tahu di mana harus mencari adiknya.
               Mukanya menyeringai oleh buncah cemas tak tertahankan. Berdiri. Bergegas.
               "Kak Lais, hendak kemana?" Dalimunte memotong. Tercekat. Hendak kemana?
                   Pertanyaan   Dalimunte   barusan   menyadarkan   Laisa tujuan sebenarnya Ikanuri dan
               Wibisana. Ya Allah, Laisa gemetar seketika saat benar-benar baru menyadari adiknya  dulu.
               "Jalan pintas  terdekat  menuju  kota kecamatan sebenarnya melalui Gunung Kaideng. Hanya
               delapan kilo jika melewati gunung itu...."
               Ikanuri dan Wibisana langsung menuju ke jantung sarang Siluman, entah apakah dua sigung
               nakal itu menyadarinya atau tidak.
               "Aku ikut—"
               "TIDAK!! Kau tetap di sini, menjaga Mamak dan Yashinta—"
               "Aku ikut!"
               Dalimunte  menjawab tegas. Cepat berlari ke dalam rumah.  Suara kakinya  membuat  lantai
               rumah panggung mereka berderak. Sejurus, dia sudah keluar lagi, membawa tombak panjang
               peninggalan Babak.
               "Aku ikut kemana pun Kak Laisa pergi malam ini—"
               Tegas  sekali  Dalimunte  berkata.  Wajahnya  dipenuhi  ekspresi  penghargaan.  Keberanian?
               Tentu saja dia takut, dia tahu kakaknya akan pergi ke Gunung Kendeng. Tapi, sumpah, Dali
               tidak takut mesti harus memasuki daerah terlarang itu. Lihatlah wajah Kak Lais, wajah yang
               selalu  berani  dalam  hidupnya,  demi  adik-adik  mereka.  Wajah  yang  selalu  melindungi.
               Melihat wajah itu, Dali tidak akan pernah takut lagi.
                   Laisa  menelan  ludah.  Wajah tegang  itu dibasuh  cahaya obor  yang  dibawanya.  Kerlap-
               kerlip. Menatap adiknya sejenak. Berpikir cepat. Lantas mengangguk. Tak apalah. Tak apalah
               adiknya  ikut.  Ya  Allah,  sekali  ini  tolong  baiklah  dengan  kami,  tolong....  Laisa  menggigit
               bibir. Lantas melangkah menuruni anak tangga. Diikuti langkah Dalimunte.
                   Lima menit lalu Laisa memutuskan juga mencari adiknya. Ia tahu di mana adiknya berada
               malam  ini.  Mereka  berdua  pasti  memutuskan  kabur  dari  rumah,  pergi  ke  kota  kecamatan.
               Jalan  pintas.  Ia  tahu,  hanya  Ikanuri  dan  Wibisani  yang  menganggap  wanti-wanti  tentang
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53