Page 49 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 49

www.rajaebookgratis.com





               harimau Gunung Kendeng itu lelucon. Ingatlah dua minggu lalu mereka malah memperolok-
               olok Yashinta soal berang-berang yang lucu. Bagi mereka harimau-lah yang lucu.
                   Dalimunte demi melihat kakaknya berdiri, dengan ikut berdiri.  Melihat kakaknya berlari
               pulang ke rumah mengambil obor dan golok, dengan cepat mengikuti. Mamak Lainuri yang
               masih semaput tidak bisa bicara hanya menatap kosong mereka berdua. Tidak ada warga di
               balai  kampung  yang  bisa  mencegah.  Terlalu  penat  setelah  kerja  seharian.  Penat  dengan
               segenap kecemasan. Tidak ada. Hanya membiarkan. Maka bergeraklah dua obor itu menuruni
               cadas sungai. Menyeberangi sungai.
                   Masuk ke gerbang hutan rimba.
                   Pukul 02.00. Empat jam berlalu. Rombongan lelaki  penduduk kampung terus menyisir
               rimba  belantara.  Karena  mereka  harus  memastikan  setiap  semak-belukar  bersih  ditelusuri,
               pergerakan mereka lamban. Berteriak-teriak memanggil. Suara itu membuat diam  binatang
               hutan. Kosong. Sejauh ini kosong. Tidak ada selain babi hutan yang melintas, berlari dengan
               anak- anaknya. Tidak ada selain desau burung malam yang terbang berderak, terganggu.
                   Langit semakin kelam.
                   Gerakan  Laisa  dan  Dalimunte  jauh  lebih  cepat.  Karena  mereka  langsung  menuju  satu
               titik. Gunung Kendeng. Semakin masuk ke dalam hutan, pepohonan semakin lebat. Golok di
               tangan Laisa tangkas memotong semak belukar yang menghalangi langkah. Sudah sejak dua
               jam  lalu  jalan  setapak  yang biasa digunakan penduduk  mencari damar, rotan, menghilang.
               Mereka harus menerabos semak belukar, belalai rotan, dan tumbuhan berduri lainnya. Jarang
               sekali ada penduduk  yang  merambah  hingga ke  atas gunung.  Jalan   setapak  hanya ada di
               tempat-tempat  biasa  merek  menyadap  damar,  mencari  rotan,  menangkap  kumbang,  dan
               sebagainya.
                   Pukul  02.30,  Laisa  berhenti  sejenak.  Memperhatikan  semak  di  depannya.  Jantungnya
               berdetak amat kencang. Seketika.
               "Ada apa, Kak?" Dalimunte mendekat, ikut melihat ke depan.
                   Laisa menelan ludah, mendekatkan obor ke ujung dahan salah satu pohon kecil. Patah.
               Khas  sekali.  Itu  bukan  karena  uwa,  bukan  karena  binatang  liar.  Tapi  dipatahkan  oleh
               manusia. Benar. Ya Allah, ia benar, Ikanuri dan Wibisana baru saja melewati gunung ini....
                   Laisa menggigit bibir. Cepat! Ia harus buru-buru. Meski harapan itu kecil, meski janji itu
               bagai  embun  yang  segera  sirna  oleh  cahaya  matahari  pagi,  ia  harus  buru-buru.  Menyusul
               Ikanuri dan Wibisana. Semoga belum terlambat. Semoga adik-adiknya belum kenapa-napa.
               Semoga belum.... Golok di tangan Laisa galak membabat ujung-ujung semak di depan yang
               menghalanginya. Laisa kalap, tangannya gemetar, kakinya apalagi. Tapi rasa cinta yang besar
               itu membungkus segenap ketakutan. Adik-adiknya, dimanapun saat ini dua sigung nakal itu
               berada.... mereka membutuhkan dia, kakaknya.
                   Laisa terus maju dengan kecepatan tinggi.

               15
               KAKAK TIDAK AKAN TERLAMBAT
               GERBANG perbatasan Perancis.
                   Juga Melesat. Eurostar melesat dengan kecepatan tinggi
               " Apa yang sedang kau pikirkan, Ikanuri?"
               "Tidak. Tidak apa-apa...."
                   Senyap sejenak.
                   Hanya deru roda kereta menghujam batangan baja.
               "Kau barusan menangis?"
               "Tidak!"
               "Kau menangis — "
               "TIDAK. Aku tidak menangis—" Jawaban itu serak.
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54