Page 169 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 169
“Ayo, Om. Salam buat Kak Sutriani, ya. Maaf aku belum bisa ke rumah
sakit,” kata Anggi.
Daud mengangguk. “Tak apa. Nanti salamnya aku sampaikan,”
jawab Daud sambil berlalu. Ia melangkah sambil menyapa semua
tetangganya yang masih berkutat dengan ikan dan timbangan. Langkah
kakinya ringan, hatinya penuh kegembiraan.
**
Setelah membeli solar dan sembako, sisa uang dijadikan satu
dengan uang yang sudah terkumpul.
Daud menghitung ulang dan masih tercenung sedih saat
menyadari kekurangan uangnya masih cukup banyak. Butuh empat juta
lagi untuk biaya awal pengobatan Sutriani.
Dalam kebinggungannya, Daud teringat uang yang ia bawa
dari sumbangan donatur yang belum sempat dilaporkan ke bendahara
pembangunan daseng. Setelah dihitung, ada lebih dari empat juta
rupiah uang dari beberapa amplop yang dia bawa.
Daud memang mengantarkan proposal permohonan bantauan
ke beberapa pengusaha di sekitar Malalayang. Ia belum sempat
mengantarkan ke daseng untuk memberikan uangnya. Padahal
biasanya setiap hari Daud pergi ke daseng. Hampir setiap minggu Daud
melaporkan dana bantuan yang ia bawa. Tetapi minggu lalu ada acara
hajatan di rumah tetangga sehingga belum sempat pergi ke Daseng.
Terhitung sudah hampir dua minggu ia belum melaporkan pekerjaanya.
Saat melihat tumpukan uang tersebut, Daud berubah pikiran.
Pikirannya bercabang. Ada keraguan untuk mengunakan uang donatur
dengan diam-diam. Ia tidak siap jika ketahuan dan dianggap tidak
bertanggungjawab. Amanah yang dipercayakan teman-temannya bukan
hal yang gampang diperoleh. Daud bukan nelayan Sario, juga bukan
warga Sario. Karena komitmen, kejujuran dan sifat ringan tangannya
yang membuat kelompok nelayan Sario percaya padanya. Apakah
dirinya berani mengkhianati kepercayaan itu? Pada dasarnya Daud
orang baik, jujur dan tidak mementingkan diri sendiri. Berat mengambil
keputusan untuk mengunakan uang yang bukan miliknya sendiri. Tetapi
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 169

