Page 171 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 171

tidak ada.
               Elen dan Yossi  dengan susah  payah membujuk ibunya agar
        mau  makan.  Berkali-kali  Sutriani  menolak.  Selain  tidak  nafsu  makan,
        sebenarnya  Sutrinai  mencemaskan  Daud.  Apalagi  sampai  siang  ia
        belum  melihat  Daud.  Berulangkali  Sutriani  menghibur  dirinya  sendiri
        dengan mengatakan kalau suaminya pasti sedang beristirahat setelah
        semalaman melaut.
               Wajah pucat Sutriani  sedikit cerah saat  melihat kedatangan
        Daud. Meskipun tanpa ungkapan kata-kata tetapi Sutriani lega. Puluhan
        tahun  hidup  mendampingi  Daud  membuatnya  selalu  merasa  cemas
        setiap Daud belum pulang dari melaut.  Ia baru merasa lega kalau sudah
        melihat  suaminya pulang.
               Setiap  kali  melepas  kepergian  Daud  seakan  sudah  ada
        kepasrahan akan nasib suaminya ditengah lautan lepas. Bayangan  Daud
        dan ketitingnya ditelan gelap malam ia pasrahkan kepada Tuhan. Hanya
        doa dan harapan yang selalu bersemanyam dihatinya mengharap suami
        pulang saat fajar menyingsing.
               Sutriani melihat keletihan yang teramat sangat dari wajah Daud
        meskipun suaminya mencoba bersikap biasa saja dan menyembunyikan
        darinya. Entah mengapa rasanya baru kali  ini  ia melihat suaminya
        begitu letih, dan putus asa. Kegelisahan tidak bisa disembunyikan dari
        wajahnya. Matanya yang pucat terlihat tersaput mendung. Sutriani tahu
        persis suaminya menyimpan beban di hati. Beban itu kemungkinan besar
        sangat berat melebihi masalah yang selama ini pernah mereka alami.
               “Pa, biaya perawatan mama sangat besar. Papa pasti memikirkan
        itu,” kata Sutriani sedih, saat hanya berdua dengan Daud. Elen pamit
        untuk pulang sebentar karena mau menenggok anak-anaknya. Sudah
        dua hari Elen belum sempat pulang.
               Daud  hanya  mengangguk  lemah.  Sutriani  memandangnya
        dengan tatapan mata sedih dan tak berdaya. Ia merasa bersalah karena
        sakitnya  harus  membutuhkan  uang  yang  tidak  sedikit.  Kemana  Daud
        akan mencari pinjaman uang? Batinnya sedih.
               “Eh, Mama nggak usah pikirkan soal biaya. Nanti itu urusan Papa,”
        ralat Daud cepat saat melihat Sutriani termenung. Daud menyesal tadi


        Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com                   171
   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176