Page 176 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 176
Perutnya terasa keroncongan saat menguyah pisang. Ia baru ingat kalau
belum makan siang. Selera makannya hilang saat di Rumah Sakit. Banyak
hal yang ia pikirkan sehingga menghilangkan nafsu makan.
Daud memesan mie rebus, sambil minum kopi panasnya. Dua
orang tersebut berbincang tentang anak dan orangtuanya yang sedang
sakit. Rupanya mereka sedanag menunggu keluarganya yang sedang
dirawat di Rumah Sakit.
“Memang orang miskin seperti kita susah kalau sakit. Biaya
berobat mahal,” kata lelaki berkulit gelap, badan kekar dengan kumis
lebat.
“Betul, Bang. Belum diapa-apakan sudah diminta nitip uang.
Kalau tidak punya uang, ya pasien tidak di pegang,” sahut lelaki gemuk
pendek yang memakai kaos bergaris-garis.
“Mereka mikirnya torang punya uang banyak. Padahal torang
orang miskin,” gerutu laki-laki yang dipanggil abang tadi.
Daud mulai menikmati mie rebusnya yang masih panas mengepul.
Pembicaraan dua orang itu menarik perhatiannya.
“Nunggu keluarga sakit ya, Om? “ tanya Daud.
Si abang memandang Daud dan mengangguk.
“Anak saya sakit. Tipes,” sahutnya sambil mengerutu.
“Kalau saya menunggu bapak sakit ginjal. Sudah seminggu
dirawat,” sambung si badan gempal.
“Bapak sendiri nunggu keluarga juga?” tanya si abang kepada
Daud. Beberapa kali ia terbatuk-batuk dan menghentikan sementara
hisapan rokoknya.
Daud mengangguk. Setelah menyelesaikan suapan terakhirnya,
ia menenguk kopinya dengan nikmat. Perutnya terasa mulai keyang.
“Istri saya sakit. Tapi di RSUD,” jawab Daud.
Kedua orang itu menatap Daud dengan pandangan mata
bertanya-tanya.
“Mampir disini?”
“Mau pulang. Rumah kita di Malalayang,” jawab Daud sambil
memberikan isyarat menunjukkan perkampungan di belakang Rumah
Sakit.
176 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com