Page 178 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 178
16
Tak Bisa Lari Dari Tanggungjawab
Daseng Sario.
Siang itu, beberapa orang sedang berbincang-bincang di daseng.
Pembangunan berhenti total karena tidak ada lagi dana dan bahan
bangunan yang bisa dipergunakan untuk meneruskan pembangunan.
Budi, Jantry, Lamatenggo dan dua orang nelayan lain tampak serius.
Sesekali Jantry mengeleng-gelengkan kepala dengan wajah yang tidak
sabaran.
“Aku sudah melihat kwitansi penerimaan dari beberapa proposal
yang dibawa Daud. Kita tak ragu lagi. Uang itu dibawa Daud,“ ujar Jantry
geram. Suaranya keras dan tegas. Kali ini bertambah keras karena gusar.
Jantry menceritakan kepada beberapa orang panitia, ia telah
mendapatkan informasi tentang pencairan proposal pengajuan
pembangunan daseng ke beberapa perusahaan. Jantry cukup mengenal
beberapa orang dalam, sehingga mereka memberikan informasi kalau
dana sudah cair saat Jantry mengeluhkan macetnya pembangunan
daseng. Bahkan untuk memperkuat penyataan mereka, kwitansi dengan
tanda tangan Daud sudah ditunjukkan kepada Jantry.
“Daud bilang kalau istrinya sakit. Mungkin ia belum sempat
kemari,” sahut Budi mencoba menenangkan hati Jantry. Sudah lama
nelayan Sario mengenal Daud dengan baik, rasanya tidak sampai hati
untuk menunduh temannya berbuat curang. Lagipula belum pernah
mereka tahu Daud berbuat kesalahan. Ia nelayan yang jujur dan
mempunyai tanggungjawab tinggi. Terbukti ia mampu memimpin
nelayan Malalayang saat menghadapi pengembang. Dan tidak ada
keluhan terhadap sikap Daud. Semua catatannya baik. Lalu kenapa
mereka harus meragukan teman sendiri?
“Huh aku nggak nyakin. Bukannya Sutriani sakit baru beberapa
hari ini? Sementara uang yang ia bawa sudah minggu yang lalu. Kalau
Daud baik dan tanggungjawab pasti uang akan diantar ke sini. Dia tahu
kalau torang butuh uang agar pembangunan nggak macet,” jawab
Jantry masih menyakini apa yang ia pikirkan. Jantry berwatak keras.
178 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com