Page 183 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 183
“Kita dikasih tahu dari donatur kalau uangnya sudah dititipkan ke
kau..”
Deg. Jantung Daud rasanya mau lepas. Ternyata Budi sudah
tahu kalau dana sudah ditangannya. Daud melihat ke kanan dan kiri
memastikan Sutriani tidak mendengarkan percakapannya dengan Budi.
Daud beranjak dan menyingkir.
“Iya. Uangnya memang sudah kita bawa. Tapi kita belum sempat
ke daseng. Maaf ya, Bud,” kata Daud mencoba bersikap tenang.
“Eng….tak apakah kau tak sempat. Kita maklum. Biar torang yang
ambil ke rumah, ya?”
Daud terhenyak, tak menyangka jawaban Budi.
“Eh…tak usah repot-repot. Tak usah ke sini. Besok kita akan
secepatnya antar uang itu,” jawab Daud cepat
“Pak, berapa uang yang didapat?”
“Sekitar empat juta,” jawab Daud pendek.
“Oke, pak. Kalau Pak Daud yang mau antar sendiri. Kita tunggu
ya. Besok, ya, Pak.”
“Iya..iya….” jawab Daud menutup pembicaraan.
Daud memandangi ponselnya dengan bersaput mendung.
Bagaimana ia bisa mendapatkan uang empat juta dengan cepat? Ada
rasa penyesalan telah menjanjikan untuk mengembalikan uang yang
dipinjamnya dalam waktu singkat. Besok? Dada Daud mendadak sesak.
“Pa…..”
Sapaan Sutriani membuat lamunan Daud terputus. Sutriani
duduk di kursi terpisah dengan meja kecil. Wajah Sutriani sudah lebih
merah lagi tidak pucat seperti beberapa waktu yang lalu.
Daud duduk. Wajahnya menatap wajah Sutriani sekilas, setelah
itu membuang jauh pandangan matanya. Tak jelas apa yang tengah di
lihatnya. Tatapan matanya terlihat kosong.
“Papa mengunakan uang pembangunan daseng?” tanya Sutriani
langsung ke pokok pembicaraan. Tanpa bisa dicegah mata Sutriani
menatap tajam tepat dibola mata Daud. Ada rasa terkejut, malu dan tidak
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 183