Page 182 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 182
sudah mulai membaik dan sudah pulang. Meskipun masih berobat jalan
tetapi Daud lebih tenang karena kesehatan istrinya membaik. Kanker
yang diderita Sutriani masih stadium dini. Sutriani menjalani penyinaran
dan obat-obatan yang diharapkan akan membunuh sel kankernya.
Biaya yang ditanggung Daud sangat besar untuk ukuran hidupnya yang
sederhana. Saat ini hutangnya menumpuk. Ia tidak tahu dengan apa dan
kapan bisa membayar hutang-hutangnya. Hanya kenyakinan dan niat
saja yang cukup membuatnya bisa bertahan.
Suara panggilan di ponselnya berbunyi. Daud mengangkat ponsel
dengan malas-malasan setelah tahu sebuah nama dilayar ponsel yang
membuat hatinya was-was.
“Halo…………”
“Halo. Ya,” jawab Daud.
“Hai, Pak. Apa kabar? Gimana keadaan Tante Sutriani?”
“Alhamdulillah. Sudah baik, sudah pulang.”
“Oya? Maaf Pak. Kita belum bisa ke rumah. Masih ada urusan di
daseng. Sudah benar-benar sehatkah?”
“Iya. Tetapi masih harus control. Rawat jalan.”
“Syukurlah. Ehm, Pak, kita mau bicara. Bisa?”
“Iya, Bud.“ jawab Daud berusaha untuk bersikap sewajarnya.
“Sebenarnya kalau ada waktu bisa ketemu di daseng. Mau gobrol
banyak nih.”
“Maaf, Bud. Kita belum bisa kesana. Ada kabar apa ya?”
“Tante Sutriani benar sudah sehat? Tinggal rawat jalan?”
“Iya, sudah. Tetapi kita belum bisa meninggalkan dia sendirian.”
Hening sejenak.
“Eng… Pak. Itu soal dana pembangunan daseng. Sudah cukup
lama pembangunan berhenti. Tidak ada dana lagi…. dana habis. Gimana
dengan proposal yang kau bawa?” tanya Budi hati-hati.
Daud berdiri. Kegelisahan tak bisa disembunyikan dari wajahnya.
Inilah hal yang ditakutkan ternyata terjadi juga. Lebih cepat dari
perkiraannya.
“Pak….?”
“Iya…iya. “
182 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com