Page 184 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 184
percaya dengan apa yang dilakukan suaminya. Selama menikah dengan
Daud, tidak pernah sekalipun terlibat masalah dengan uang orang lain.
Baru kali ini Daud terlibat masalah. Sutriani merasa malu sekali. Apalagi
uang yang digunakan adalah uang milik kelompok nelayan.
Daud mengangguk lemah. Tidak ada gunanya menutupi hal yang
sudah diketahui istrinya. Pasti Sutriani mendengar pembicaraannya
dengan Budi.
“Kenapa, Pa? Bukankah itu uang untuk pembangunan daseng?
Bagaimana mungkin bisa digunakan tanpa seijin panitia?” Sutriani
memberondong Daud dengan banyak pertanyaan. Kekecewaan tidak
bisa ditutupi lagi. Raut mukanya menatap Daud dengan pandangan tak
percaya.
“Kita butuh banyak uang. Kita sudah berusaha untuk mencari
pinjaman. Ternyata masih kurang. Hanya uang itu yang bisa digunakan
dengan cepat. Kita terpaksa meminjam dahulu.”
“Pinjam tanpa minta ijin kepada panitia? Apakah itu pinjam?
Bukankah itu sama saja dengan….dengan….” Sutriani tidak tega
melanjutkan kalimatnya.
“Kita tidak ada pilihan lain….” Kata Daud nyaris tidak terdengar.
“Tapi itu sama saja dengan …Aduh kenapa papa tidak minta ijin
kepada panitia untuk memakai uang itu sementara waktu. Permasalahan
tidak akan seperti sekarang ini kalau Papa tidak mengambil keputusan
gegabah,” sesal Sutriani.
Daud terdiam tidak menjawab sepatah katapun. Sempat ada rasa
marah terbersit dihatinya. Daud tidak terima disalahkan karena ia tidak
mengunakan uang itu untuk kebutuhannya sendiri. Apa yang dilakukan
hanya untuk Sutriani meskipun cara yang diambil salah. Daud harus
menerima rasa malu dan pasti ia akan dimintai pertanggungjawaban
atas kesalahan yang telah diperbuatnya.
“Papa terpaksa…” suara Daud seperti desahan angin, nyaris tidak
terdengar. Ada rasa sesal dan putusasa yang mengelayut di wajahnya.
Entah mengapa Daud kelihatan lebih tua dari biasanya. Daud terlihat
lebih renta.
184 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com

