Page 177 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 177
“Oohhhh. Jauh sekali ke RSUD,” guman si abang.
“ Kita orang miskin, Om. Kalau di RSUD biayanya lebih terjangkau.”
“Iya betul. Tapi apa tidak kasihan. Kalau di Rumah Sakit negeri
kan lama di tanganinya. Malah ada tetangga saya yang sampai parah
tidak segera di rawat. Karena khawatir terus di pindah Rumah Sakit lain.”
“Maunya begitu. Tapi torang tidak mampu membayar biaya
Rumah Sakit Swasta,” kata Daud menjelaskan.
Ketiga orang yang baru saling kenal tersebut berbincang banyak
hal tentang perawatan Rumah Sakit. Masing-masing mengeluh biaya
Rumah Sakit yang mahal dan sulit terjangkau. Laki-laki yang dipanggil
abang bernama Alex dan rumahnya di kecamatan Wenang. Pekerjaanya
cukup mapan sebagai agen pemasaran perumahan. Anak sulungnya
sudah tiga hari dirawat di Rumah Sakit. Setiap hari istrinya yang
menunggu, Alex hanya datang saat siang hari selepas bekerja. Malam
hari dia dirumah menemani anak bungsunya yang baru berumur tujuh
tahu.
Laki-laki kedua bernama Tigor, asli dari Batak tetapi sudah lama
tinggal di Manado. Pekerjaannya sebagai guru di sebuah sekolah swasta.
Kebetulan ayahnya berkunjung ke rumahnya. Baru tiga hari, ayahnya
jatuh sakit dan ternyata ginjalnya sudah parah. Setelah dioperasi,
ayahnya masih harus menunggu pemulihan di Rumah Sakit. Sudah
seminggu ini keadaan ayahnya belum cukup kuat untuk di bawa pulang.
Mereka bertiga berbincang banyak hal. Tanpa terasa makanan sudah
habis berpindah ke perut. Daud teringat harus melaut nanti malam
sehingga buru-buru minta pamit kepada teman-teman barunya.
**
Satu jam kemudian Daud sudah di rumah. Sambil tidur-tiduran
di ruang tamu, ia melepas lelah berusaha untuk tidur. Rasanya sudah
hampir satu jam berbaring tetapi ia tidak bisa memejamkan mata. Terlalu
banyak hal yang dipikiran membuatnya sulit untuk tidur. Baru kali ini ia
merasa resah, malu dan bersalah. Daud terlalu jujur untuk berbohong
apalagi ada kaitannya dengan yang kelompok nelayan.***
Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 177

