Page 190 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 190

Daud  tersenyum,  ada  raut  muka  getir  yang  tidak  bisa
        disembunyikan dari wajah tuanya. Pandangan matanya sempat terlihat
        sedih namun segera dihilangkan.
               “Baik.  Sudah di rumah,” jawab Daud pendek.
               “Syukurlah, sudah lama tidak melihat Om Daud.“ kata Erik sambil
        tersenyum. Mereka berdiri di pinggir jalan.
               “ Iya, Rik. Maklum masih ngurus istri.” Jawab Daud pendek.
               “Om, mau ke daseng? Sekalian sama Erik, yuk. Kita mau ke sana,”
        kata Erik lagi. Erik baru menyadari kalau kalimatnya mungkin tidak terlalu
        disukai Daud saat  ia menyadari tidak ada jawaban dari Daud. Masalah
        uang yang belum diberikan kepada panitia pasti membebani pikirannya.
        Erik mengajak Daud untuk mampir di sebuah warung makan di pinggir
        jalan.  Melihat Daud makan dengan lahap membuat Erik terharu. Entah
        sudah berapa lama Daud belum makan sehingga terlalu lahap meskipun
        makan dengan lauk seadanya.
               Saat mereka menghisap rokok, selepas makanan tandas,  sambil
        menikmati kopi panas, cerita dari mulut Daud mengalir lancar. Erik tidak
        menyela sedikitpun, berusaha untuk menahan diri.
               “Kita benar-benar binggung saat tahu Sutriani mendapat vonis
        kanker  dan  harus  segera  dioperasi.  Dokter  bilang  biaya  yang  harus
        dibayar cukup mahal. Kau tahu, bagaimana mungkin kita bisa membayar
        biaya  Rumah  Sakit?  Uang  simpanan  tidak  punya.  Harta  benda  yang
        berharga juga tidak punya. Sementara Sutriani harus segera di tolong.
        Tak mungkin kita tega membiarkan istri sakit parah.“ Daud menghela
        nafas  panjang.  Hembusan  asap  rokoknya  bergulung-gulung  di  udara
        menebarkan bau asap yang menyesakkan dada.
               “Dengan segala cara kita bertekad untuk mencari biaya perawatan.
        Tanpa banyak berpikir,  kita setuju  istri untuk dioperasi.  Yang terpikir
        hanya keselamatan istri saja. Padahal uang tak pegang sama sekali. Kita
        hanya punya kenyakinan akan mendapatkan uang entah darimana saja
        asalnya. Kita sudah berusaha untuk minta bantuan kepada anak-anak.
        Kita juga mau tidak mau menjual perhiasan yang sangat berharga bagi
        keluarga. Hanya dengan perhiasan itu kita bisa mencari leluhur di tanah
        Jawa. Puluhan tahun dalam kondisi apapaun kita tidak berani menjual


        190                                 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com
   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195