Page 192 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 192
“Sudahlah, Om. Erik mengerti apa yang Om Daud alami. Om
harus menjelaskan ke teman-teman. Dalam kondisi seperti ini, dorang
pasti mengerti. Saya nyakin teman-teman bisa mengerti,” kata Erik
berusaha membesarkan hati Daud.
Erik merasa sudah cukup lama mengenal Daud dan selama
bertahun tahun ini tidak pernah ada kejadian yang seperti ini. Daud
terkenal jujur, ramah, baik dan tidak pernah ada masalah uang dalam
kelompok nelayan. Kalau sampai sekarang ada masalah pastilah karena
keterpaksaan.
“Kau tahu, Rik? Kita juga berusaha untuk urus BPJS. Tetapi
saat pengobatan awal belum bisa. Untung saja sekarang sudah masuk
anggota. Jadi pengobatan Sutriani ke depan sudah tidak keluar uang
lagi,” kata Daud lega.
Erik tersenyum. Menepuk punggung tangan Daud. “Syukurlah,
Om. Erik rasa yang penting sekarang memberikan penjelasan kepada
teman-teman,” desak Erik hati-hati.
Daud tersenyum. Wajahnya tampak lelah dan tidak ada semangat.
Kemarahan Sutriani telah membuatnya kehilangan semangat.
Setelah berbincang-bincang dengan Erik beberapa saat, Daud
sudah membonceng motor Erik. Mereka berjalan kearah barat. Laju
motor membelah siang yang panas. Berjalan perlahan. Membaur
dengan keramaian lalu lintas.
Sepanjang perjalanan Daud terus menata hati, menyiapkan
segala kemungkinan yang akan terjadi. Dalam keadaan rasa bersalah
yang sedemikian dalam, membuatnya tidak berdaya. Hanya doa
yang sepanjang jalan dipanjatkan, memohon kekuatan hati saat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Antara siap dan tidak siap,
Daud harus berani untuk bertemu dengan teman-temannya. Meskipun
tidak akan mampu segera menganti uang yang telah dipakainya, tetapi
Daud akan berusaha untuk menganti. Diam-diam Daud berharap tidak
akan bertemu banyak orang di daseng. Daud terus berharap ada kerelaan
hati teman-temannya untuk memaafkan, memaklumi dan mengerti
keadaan yang telah memaksanya berbuat salah.
192 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com