Page 194 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 194
istrinya.
Erik mengajak berbincang-bincang banyak hal dengan topik yang
ringan-ringan. Budi memahami maksud Erik, kemudian ikut melontarkan
gurauan segar yang memancing tawa. Sesekali terdengar tawa berderai.
Perlahan tetapi pasti Daud mulai merasa nyaman dan lebih percaya diri.
Diam-diam Daud mengucapkan terimakasih kepada Erik atas usahanya
membuat dirinya tenang dan nyaman.
Entah mengapa tiba-tiba semua diam. Tak ada suara sama sekali.
Hanya batuk-batuk kecil dan desahan nafas.
Daud mengerti. Semua diam-diam menunggu penjelasan
darinya. Tidak ada yang tega untuk memulai pembicaraan. Semua saling
menunggu.
“Ehm….ehm……teman-teman…” Daud terdiam kembali. Sesaat
kemudian meneruskan kalimatnya.” Kita…kita sebelumnya minta maaf
baru datang ke daseng. Sutriani sakit dan baru bisa ditinggal pergi.”Daud
berusha keras untuk bicara. Baru kali ini ia merasakan kesulitan berbicara
di depan teman-temannya.
“ Ehm…. Soal…soal…soal dana pembangunan daseng kita juga
minta maaf. Kita dalam kondisi yang sulit dan terpaksa. Bahkan sangat
terpaksa. Tanda berpikir panjang kita telah mengambil langkah salah……”
Daud memaksa dirinya untuk terus berbicara. Meskipun sesekali ia
terdiam untuk menyiapkan hatinya tetapi Daud terus menceritakan
semua yang dialami. Berkali-kali Daud minta maaf belum bisa mengganti
uang dengan cepat. Tetapi Daud berjanji tetap akan membayar uang
yang dipakai dengan cara mengangsur.
Budi dan nelayan lainnya saling pandang.
“Ehm, Pak. Kami mengerti keadaan Pak Daud.” Kata Budi pelan.
Ia berusaha untuk merangkai kalimat yang tidak akan menyinggung
perasaan Daud.
“Tapi mengunakan uang tanpa ijin itu tindakan salah dan tidak
patut. SALAH BESAR!” kata Jantry keras. Mulutnya bersungut-sungut.
Daud menundukkan muka.
Budi memberikan isyarat Jantry untuk lebih sabar.
“Kami menyesal tidak bisa membantu Pak Daud. Tetapi memang
194 Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com