Page 193 - Bisikan Ombak - by Suci Harjono
P. 193

“Sudah  sampai,  Om.”  Kalimat  Erik  menyadarkan  Daud.  Tidak
        terasa motor Erik sudah berhenti tepat di pinggir jalan depan daseng.
               Perlahan Daud turun dari motor. Pandangan matanya ragu-ragu
        menatap kearah daseng. Ada rasa asing yang menyelimuti pikirannya.
        Hampir dua minggu tidak menginjakkan kaki ke daseng membuatnya
        terasa seperti orang lain. Tidak ada rasa kekeluargaan yang selama ini
        kental dihatinya. Daud merasa jengah  dan seperti baru pertama kali
        datang ke daseng. Saat  terakhir kali datang ke daseng, dinding  bata
        belum semua terpasang. Atap rumbia baru sebagian kecil terpasang
        itupun masih terlihat hijau segar. Sekarang jauh berbeda. Dinding bata
        berukuran satu setengah meter  sudah  terpasang mengelilingi  bagian
        bangunan depan dan samping. Atap rumbia hampir memenuhi setengah
        bagian  daseng  dengan warnanya yang mengering. Tampak   ruangan
        berdinding bata setengah jadi menjadi bagian daseng di sebelah timur.
               “Ayo, Om,” ajak Erik sambil berjalan menyusuri titian batang kayu
        bekas yang di pasang berjejer sebagai jembatan.
               Daud melangkah ragu mengikuti kaki Erik.  Titian bambu yang
        dipergunakan sebagai jembatan masih tetap sama dengan saat terakhir
        Daud ke daseng.
               Beberapa orang tampak berbincang-bincang dengan sesekali
        ditimpali  tawa.  Daud  menyadari  daseng  tidak  akan  pernah  sepi  dari
        teman-temannya. Percuma mengharapkan tidak bertemu banyak orang
        di daseng. Setelah menghela nafas panjang, Daud memberanikan diri
        untuk meneruskan langkah. Tak ada gunanya lari dari kenyataan. Sekarang
        saatnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sekarang atau
        tidak sama sekali, batin Daud. Apapun yang akan terjadi harus dihadapi.
        Ini resiko yang harus dihadapi, tekad Daud menyemangati dirinya sendiri.
        Membangkitkan rasa percaya dirinya yang nyaris tidak tersisa lagi.
               “Halo,  Om…..”  Erik  menghampiri  Budi,  Jantry  dan  beberapa
        nelayan yang lain.
               “Halo……..Eh,  ada  Pak  Daud.  Ayo,  sini…sini…”  Budi  menyalami
        tangan dingin Daud diikuti Jantry dan teman nelayan lainnya.
               Daud duduk di kursi dengan kaku. Wajahnya dipaksakan untuk
        tersenyum dan mengangguk saat Budi  terus menanyakan khabar


        Bisikan Ombak_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com                   193
   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198