Page 11 - DOC, NASKAH SIMBOK DR PENERBIT_Gorgeous
P. 11
Emak : “Keluarga utuh. Keluarga yang damai. Anak-anak yang
manis. Guntoro yang pemberani, Bayu Aji yang rajin,
Mega yang sabar, dan Ndaru yang penurut. Kini kalian
sudah dewasa memilih jalan hidup masing-masing.
(Menarik napas panjang.) Bapakmu sudah tenang
di alam sana. Tunggu aku ya, Pak. Dunia sudah jauh
berubah. Guntoro sudah nggak lagi seperti anakmu
yang dulu. Bayu Aji juga sudah berubah. Maafkan aku,
Pak, nggak bisa menjadikan mereka anak-anak baik.”
(Menangis sesegukan.)
Ndaru : (Ndaru mendekat, menyandarkan kepalanya ke
punggung emak.) ”Sabar, Mak, masih ada Ndaru.
Meskipun Ndaru pincang bukan lelaki yang gagah
seperti Mas Gun, tapi lahir-batin akan mempertaruhkan
hidup untuk Emak. Besok pagi kita ke rumah Mbak
Mega. Kita akan ke sana.”
Adegan 4
Emak mengemasi baju beserta beberapa poto keluarga dengan
menggunakan tas kain batik. Ndaru memasukan perkakasnya
ke dalam buntalan sarung. Langkahnya menjauhi rumah. Ada
guratan kesedihan yang tak bisa diceritakan di wajah emak.
Terbayang di matanya bocah-bocah kecil berlarian dengan
riangnya. Seorang lelaki perkasa membawakan buah tangan
sepulang dari pasar menjual hasil kerajinan bambu yang
dipintalnya beberapa hari sebelumnya. Kenangan itu berlarian
di pelupuk mata emak. Empat gundukan tanah tembuni
juga masih terlihat jelas di sudut rumah. Berpagar bambu
dan berlampu teplok di atasnya. Kini tanah itu rata, seakan
mengaburkan kenangan yang benar-benar dipaksa untuk
melupakan dan akhirnya hilang.
Di rumah Mega. Terdengar suara panik dan gelas pecah.
Teriakan Mega berkali-kali karena tindakan suaminya.
Gatot : “Mana duitmu? Duit! Lepaskan perhisanmu, berikan!
Kamu dengar nggak?” (Matanya melotot merah
tubuhnya sempoyongan.)
45