Page 108 - ORASI ILMIAH PROF. DR. POPPY ANDI LOLO SH. MH.
P. 108
107
menukarkan jasa atau diri anaknya sendiri karena dianggap sebagai
bentuk pengabdian dan balas jasa anak terhadap orang tua yang telah
melahirkan dan merawat dan membesarkannya. Lama-kelamaan hal itu
dianggap sebagai kewajiban anak terhadap orang tua, Dalam waktu
tertentu, hal ini dianggap suatu kelaziman oleh suatu komunitas tertentu di
suatu tempat. Ketika hal ini dianggap lazim, maka terjadi suatu tradisi untuk
mengawinkan anak di usia dini. Anak yang dikawinkan pada usia dini,
memiliki potensi sebagai korban perdagangan orang ketika perjalanan
perkawinannya mengalami masalah dan berujung perceraian. Melalui
perkawinan usia yang masih muda, masih jauh dari kemapanan hidup secara
ekonomis, aspek sosial dan juga kejiwaan yang masih sangat labil, rasa
frustrasi akan selalu menyelimuti dirinya. Kondisi yang demikian sangatlah
kondusif bagi para pelaku perdagangan orang untuk melakukan kejahatan.
Dewasa ini, gaya hidup budaya konsumtif sudah mewarnai dan
menjadi mode atau trend sebagian masyarakat, terutama yang bermukim di
perkotaan. Golongan masyarakat ini, terutama gadis belia cenderung
memaksakan diri untuk berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa
perlu perjuangan dalam mencapainya; cenderung menempuh jalur cepat atau
instan menuju kemewahan hidup walaupun tidak memiliki pekerjaan atau
penghasilan yang memungkinkan mereka mendapatkan angan-angan yang
diharapkan. Bagi para pelaku perdagangan orang, kondisi ini membuka
peluang dan dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan calon-calon korban
untuk diperdagangkan baik atas kemauan dan paksaan pelaku tindak pidana.