Page 65 - Kebijakan Reforma Agraria di Era SBY
P. 65
(FSPI) yang juga mempunyai jaringan internasional bernama La
Via Campesina.
Selain dengan kalangan masyarakat sipil, SeTAM juga
membangun dialog dengan pemerintah desa untuk mewujudkan
perjuangannya. Keterbukaan di era Reformasi tidak hanya
berimbas pada keberanian petani dan kalangan masyarakat sipil.
Para kepala desa juga menjadikan Reformasi sebagai momentum
melibatkan diri dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat atas
tanahnya. Berikut ini pendapat mantan Kepala Desa Caruy, SLT.
“Sebenarnya pelaku sejarah yang awalnya termasuk Mas Budiman
Sudjatmiko. Awal-awalnya itu Budiman Sudjatmiko yang waktu itu
mahasiswa UGM dioyok-oyok (baca: dikejar-kejar) aparat di era Soeharto.
Mas Budiman bahkan sering tidur di sini juga. Kalau saya sama pemerintah
desa lain, mulai terlibat setelah Reformasi. Istilahnya, kami itu yang
dikatakan Pak Joyo Winoto, ibarat batu yang besar dipukul ya nggak
pecah, diganti orang juga nggak pecah. Nah, kebetulan diganti lima kepala
desa langsung pecah. Ibaratnya, kami lagi beruntung.” (Wawancara,
25/12/2018).
SeTAM mengajak pemerintah desa untuk turut
memperjuangkan tanah tersebut dengan alasan masyarakat
membutuhkan tanah itu untuk menghadapi krisis ekonomi.
Maka pada awal-awal Reformasi itulah, pemerintah desa turut
memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan melibatkan petani
dalam Program Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah
Ketenagakerjaan (PDKMK) dengan sistem bagi hasil dengan pihak
perkebunan untuk tanaman pangan. Namun demikian, program
ini berakhir dengan kegagalan karena adanya gagal panen
dan keberadaan program tersebut dinilai tidak sesuai dengan
keinginan para petani yang sesungguhnya yakni menjadikan
tanah tersebut kembali menjadi tanah milik masyarakat.
48 Kebijakan Reforma Agraria di Era Susilo Bambang Yudhoyono