Page 60 - SKI kls 8
P. 60

datang berguru kepada Imam Ad-Dakhili, seorang ahli Hadiṡ di kotanya. Setahun kemudian,
               Muslim mulai menghafal banyak Hadiṡ. Ketika gurunya salah dalam periwayatan Hadiṡ, ia
               bahkan berani mengoreksi kekeliruan itu. Karena kecintaannya kepada ilmu Hadiṡ, maka ia
               mengembara  ke  berbagai  tempat,  terutama  untuk  mendapatkan  kebenaran  silsilah  sebuah
               Hadiṡ.


               Imam Muslim juga banyak menulis kitab Hadiṡ, diantaranya yang termashur adalah: 1) Al-
               Jamī’ aṣ-Ṣaḥīḥ atau dikenal sebagai Ṣaḥīḥ Muslim; 2) Al-Musnād al-Kabīr; 3) Al-Asma’ wa
               al-Kunyah; 4) Al-‘Ilal; 5) Al-Qaran; 6) Sualāt Aḥmad ibn Hambal; 7) Al-Intifā’ bi Uḥub as-
               Sibā’; 8) Al-Muhadra-main; 9) Man Laisa lahu Illā Rāwin Wāḥid; 10) Kitāb Aulād aṣ-Ṣabah,
               dan; 11) Kitāb Auham al-Muḥaddiṡīn. Selain itu, yang paling mashur adalah Aṣ-Ṣaḥīḥ, yang
               judul lengkapanya yaitu Al-Musnād aṣ-Ṣaḥīḥ al-Mukhtaṣar min as-Sunān bi Naql al-Adl ’an
               Rasūl Allāh, yang berisi 3,033 Hadiṡ.

               Beliau wafat pada hari Ahad sore, 24 Rajab 261 H/4 Mei 875 M, dalam usia 55 tahun. Ia
               dimakamkan keesokan harinya di Nasr Abad, salah satu daerah di luar Nisabur.





                 Memandang Tinggi Kedudukan Ilmu dan Ulama

                 Dituturkan oleh Imam al-Khattabi, “Aku bersama Abu Dawud tinggal di Baghdad. Pada
                 suatu ketika, selesai menunaikan Shalat Magrib, datang Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq.
                 Abu Dawud menemuinya seraya berkata: “Apakah gerangan yang membawamu datang ke
                 sini, pada saat seperti ini?”

                 “Tiga kepentingan”, jawab Amir. “Kepentingan apa?” tanyanya.

                 Amir menjelaskan, “Hendaknya tuan berpindah ke Baṣrah dan menetap di sana, supaya para
                 penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia datang belajar kepada tuan. Dengan demikian
                 Baṣrah akan  makmur kembali”.

                 Abu Dawud berkata: “Itu yang pertama, sebutkan yang kedua!”
                 “Hendaknya tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada putra-putraku”, kata Amir.

                 “Ya, ketiga?” Tanya Abu Dawud kembali. Amir menerangkan: “Hendaknya tuan mengadakan
                 majelis tersendiri, mengajarkan Hadiṡ kepada putra-putra khalifah, sebab mereka tidak mau
                 duduk bersama-sama dengan orang umum”.

                 ”Abu Dawud menjawab: “Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi; sebab manusia itu
                 dalam bidang ilmu sama, baik pejabat terhormat maupun rakyat melarat.”

                 Ibnu Jabir menjelaskan: “Maka sejak itu putra-putra khalifah hadir dan duduk bersama di
                 majelis taklim.








               44     Buku Siswa Kelas VIII MTs
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65