Page 57 - SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
P. 57
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
menjadi lebih stabil dan peperangan telah mereda banyak dari ribat
tersebut yang kemudian mengalihkan fungsi menjadi tempat pendidikan
dan pelatihan bagi para pengikut tasawuf. Dari satu sisi fungsi utama
ribath beralih dari melayani dan mendukung kegiatan perang fisik militer
menjadi pusat yang melayani pendidikan dan pelatihan bernuasa sufistik.
Al-Maqrizi mendeskripsikan ribath sebagai berikut:
Ribath adalah rumah para sufi. Setiap kelompok (qawm) mempunyai
rumah dan ribath adalah rumah para sufi. Dalam hal ini mereka mirip
dengan ahl al-suffah [sekelompok sahabat yang mendiami emperan
Masjid Nabi di Madinah]. Penghuni ribath adalah orang yang mempunyai
ikatan (murabith), dengan maksud, tujuan, serta keadaan yang sama.
Ribath dibangun untuk [mencapai] maksud dan tujuan tersebut. 27
Dengan begitu, ribath adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang
berkonsentrasi pada pendidikan dan praktik ajaran-ajaran tasawuf. Dalam
konteks kontemporer, pendidikan yang dilaksanakan di ribath dekat dengan
pendidikan karakter, penyucian jiwa, dan pendekatan diri kepada Allah
swt. Ribath berkembang dalam jumlah yang relatif signifikan. Al-Nu‘aymi,
misalnya, mencatat 21 buah ribath untuk kota Damaskus saja, meskipun
dia tidak memberikan informasi yang substansial tentang lembaga-lembaga
28
tersebut. Cukup menarik bahwa sejarah menginformasikan adanya sebuah
ribath khusus untuk perempuan, yakni Ribath Bagdadiyah. Di samping
29
itu, terkadang di ribath juga dilaksanakan pengajaran bidang kajian di luar
tasawuf, seperti fikih.
13. Zawiyah
Kata ‘zawiyah’ pada awal penggunaannya merujuk pada sudut satu
bangunan yang digunakan sebagai tempat berkumpul dan belajar. Belakangan
istilah zawiyah mengalami perubahan makna, yaitu sebuah lembaga
pendidikan Islam yang terutama mengajarkan dan melatihkan tasawuf
Press, 1988), h. 168; George Marcais, “Ribath,” dalam M. Th. Houtsma, et al. (ed.),
The Encyclopaedia of Islam (Leiden: E.J. Brill, 1913), vol. III, h. 1150-1151.
27 Al-Maqrizi, al-Mawa‘idh, vol. II, h. 427.
28 Al-Nu‘aymi, al-Daris fi Tarikh al-Madaris, vol. II, h. 150-152.
29 Ibid., h. 428.
47