Page 387 - THAGA 2024
P. 387
“Oh begitu. Terimakasih, ya, Bu. Ibu sampun dahar?”
tanyaku basa-basi.
“Sudah, Nak.” Tangan ibu Arum cekatan menjerang air
panas berisi cencaman teh ke dalam gelas belimbingyang
berisi gula batu. Asap segera terkepul dari dalamnya.
Aku segera menandaskan sup yang rasa kaldunya begitu
kaya. Lidahku langsung menilai ini salah satu sup yang layak
mendapat bintang Michelin.
“Ini minumnya, teh hangat. Kalo air putih ada di kendi itu,”
tunjuk Ibu Arum sembari duduk di depanku. Aku mengangguk
dan melanjutkan makan.
Manik matanya menatapku tajam, seakan sedang
menyelami sesuatu. Kemudian manik matanya mendadak
membulat dan bergetar kala seolah mengingat sesuatu.
“Nak, Galang, dari pertama kali ketemu Nak Galang itu
ibu kayak pernah tau Nak Galang tapi di mana, ya? Ibu coba
mengingat-ngingat sampai semalam ibu ingat. Ibu masih ingat
suara Nak Galang saat dulu pernah telepon ibu.” Ibu Arum mulai
menelisik. Wajahku berubah pias. Sedikit berjengkit kaget.
“Apa ibu yakin? Tidak salah orang?” tanyaku seperti orang
gagu saat itu.
“Nak Galang pernah inget Ratih, 48 tahun, Magelang gak?
Itu nama ibu di aplikasi pertemanan Tinder. Seingat ibu dulu Nak
Galang pakai nama Gal saja. Benar gak? Ingat gak?” tanyanya
dengan nada tajam dan tatapan menghunus.
Lidahku kelu tak langsung mampu menjawab, mulutku
tak terkatup rapat, membentuk sebuah celah kecil. “Aduh
beneran ibu ini loh yang dulu kami pernah aneh-aneh,” benakku
bermonolog mengingat-ingat.
Hatiku semakin gusar. Mau tak mau lebih baik aku
mengiyakan. “Astaga iya Bu saya inget. Ratih Purwasih kan ibu
THAGA 379
GALGARA