Page 455 - THAGA 2024
P. 455
melakukan pesugihan sate gagak. Sebuah pesugihan yang
tak membutuhkan tumbal. Aku dan Kojin sepakat menolak
pesugihan yang menumbalkan nyawa. Sebab buat apa punya
uang tapi ujung-ujungnya mati. Apalagi pesugihan sate gagak
bukan termasuk ilmu hitam, yang dibutuhkan hanya keberanian
dan kekuatan mental pelakunya.
Suasana sepi hutan dipecah oleh suara serangga tonggeret
dan mesin motor empat silinder yang meraung. Jalanan beralas
batu makadam dengan lebar seukuran satu mobil, dibelah secara
zig-zag. Pepohonan pinus tampak menjulang tinggi di kiri kanan
jalan, menutupi sinar rembulan di atas sana. Beruntung lampu
motor dan senter kepala sudah cukup membantu kami meniti
jalanan. Kulit tubuh kami terasa tertusuk suhu pegunungan di
musim kemarau yang pastinya lebih dingin.
Demi menjalani sebuah perjuangan, aku paham akan selalu
ada pengorbanan. Beruntung ada Kojin yang setia menemaniku.
Aku nekat melakukan pesugihan dengan pertimbangan, jika
berhasil, akan dapat menyelamatkan banyak nyawa.
Setelah hampir 45 menit berjibaku dengan bebatuan dan
pekat malam. Pohon tinggi mulai jarang kami temui, berganti
padang ilalang. Di sebelah timur jalan, kami melihat makam
yang kami tuju. Kojin mematikan mesin motor kala berada pas
di area makam.
Aku harus menjalani ritual di sebuah pemakaman karena
itu menjadi tempat berkumpulnya jin dari alam gaib. Dalam
menjalani ritual, aku dilarang membaca do’a-do’a yang
diajarkan agama. Aku hanya perlu fokus ke tujuan mendapatkan
kekayaan.
Dibantu Kojin, akupun segera menyiapkan instrumen
ritual yang ada di dalam ransel. Seekor burung gagak, bambu
THAGA 447
GALGARA