Page 120 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 120
refleksi, atau integrasi Augmented Reality
(AR). Dengan demikian, media tidak hanya
menjadi tontonan pasif, tetapi memberi ruang
bagi siswa untuk berinteraksi, bereksplorasi,
dan membangun makna sendiri.
3) Mengatur Integrasi Multimedia Secara
Proporsional. Elemen teks, audio, visual, dan
animasi perlu diatur sesuai prinsip Cognitive
Load Theory agar tidak menimbulkan beban
kognitif berlebihan (Moreno & Mayer, 2019).
Misalnya, teks narasi sebaiknya tidak terlalu
panjang ketika disandingkan dengan visual
yang kaya, sehingga fokus belajar siswa tetap
terjaga.
4) Menjaga Sensitivitas Budaya Lokal. Desain
storyboard juga harus memperhatikan aspek
etika dan sensitivitas budaya. Simbol, bahasa,
kostum, maupun visualisasi tokoh budaya
lokal perlu digambarkan dengan cara yang
menghormati nilai-nilai asli, tidak
disederhanakan berlebihan, dan tidak
menimbulkan stereotip.
Agar desain ini optimal, proses perancangan
sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dengan
melibatkan:
1) Guru/Dosen untuk memastikan kesesuaian
pedagogis dengan kurikulum,
2) Narasumber Budaya agar konten yang dibuat
benar-benar valid dan autentik,
3) Tim Desainer Multimedia yang menggarap
aspek teknis, estetika, dan interaktivitas
digital.
Kolaborasi lintas pihak ini tidak hanya
memperkuat kualitas produk akhir, tetapi juga
menjadi sarana transfer pengetahuan antara dunia

