Page 131 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 131
dan pendidik (guru/dosen) menyusun modul tematik
sehingga produk dipakai di SD/SMP (Hoesen, 2022).
Inisiatif lain - misalnya upaya digitalisasi batik Lasem,
kolaborasi antara pengrajin wayang dan inkubator
teknologi, serta proyek yang memadukan modul
akademik dengan format multimedia - menunjukkan pola
kolaboratif yang serupa: komunitas sebagai sumber
konten dan validator, kampus sebagai penyaring
ilmiah/pedagogis, serta startup sebagai pengubah materi
jadi produk yang dapat dipakai dan dipelihara (Farid,
2012; Alimuddin, 2023). Di tingkat internasional,
fenomena hackathon budaya dan budaya inovasi terbukti
menjadi mekanisme efektif untuk memadukan data
institusi budaya dengan talenta teknis - contoh best
practice yang banyak dipelajari adalah rangkaian Coding
da Vinci (Germany) dan kajian tentang fenomena
hackathon yang menyorot nilai pembelajaran dan
prototyping cepat.
Peran masing-masing aktor dalam ekosistem
kolaborasi ini jelas dan saling melengkapi. Sekolah dan
kampus berfungsi sebagai perancang tujuan
pembelajaran, penyusun modul dan instrumen evaluasi,
serta sebagai sumber kapasitas riset (action research)
untuk memonitor dampak pedagogis; perguruan tinggi
juga menyediakan legitimasi akademik dan akses ke
tenaga ahli lintas-prodi. Komunitas lokal menyumbang
pengetahuan kontekstual - narasi lisan, motif, ritual,
aturan simbolik - serta menjadi lembaga validasi budaya
dan pemilik kepemilikan intelektual non-formal yang
harus dilindungi. Startup, inkubator, dan
animator/penyedia teknologi mengubah materi mentah
menjadi prototipe (game, aplikasi, VR/AR, video, e-book),
menyediakan kapabilitas UX/engineering, dan menguji
model keberlanjutan ekonomi melalui desain layanan
atau produk. Peran perantara (mediator) seperti museum

