Page 140 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 140
antaraktor: akademisi mengejar validasi ilmiah,
komunitas mengejar pelestarian dan penghormatan
budaya, startup mengejar skalabilitas dan model bisnis.
Tanpa mekanisme tata kelola yang jelas (mis. advisory
board, MOU yang mengatur hak dan pembagian manfaat,
standar metadata), proyek berisiko berhenti ketika dana
habis atau personel berubah. Pengalaman dunia kreatif
dan ekosistem hackathon menunjukkan bahwa meski
hackathon efektif untuk prototyping, tanpa tindak lanjut
institusional banyak prototipe yang tidak pernah matang
menjadi produk yang digunakan di sekolah. (Alimuddin,
2023).
Dari sisi teknis, masalah interoperabilitas,
metadata yang tidak standar, dan kurangnya rencana
preservasi jangka panjang mengancam keberlanjutan
aset digital. Tanpa standar metadata (mis. Dublin Core,
IIIF untuk gambar koleksi, atau pedoman internal
repositori), materi sulit disambungkan dengan repositori
lain dan berisiko ‘terasing’ ketika platform berubah.
Lembaga internasional merekomendasikan kebijakan
preservasi digital terstandar dan rencana migrasi data
untuk menjamin kelangsungan aset warisan digital.
Solusi strategis untuk mengatasi kendala
digitalisasi budaya dalam pendidikan perlu dirancang
secara menyeluruh, melibatkan banyak pihak, dan
disusun secara berlapis. Pendekatan yang integratif harus
memadukan aspek teknis, pedagogis, kebijakan, sekaligus
etika, sehingga implementasi yang dihasilkan tidak hanya
efektif, tetapi juga berkelanjutan dan adil bagi seluruh
pemangku kepentingan (Alimuddin, 2023; Brata, 2021).
Dari sisi infrastruktur dan teknologi, salah satu
strategi yang dapat diterapkan adalah pengembangan
model offline-first, yakni paket pembelajaran digital yang
tetap dapat digunakan tanpa koneksi internet. Selain itu,

