Page 142 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 142
Aspek etika dan tata kelola juga harus
mendapatkan perhatian serius. Penerapan prinsip free,
prior, and informed consent (FPIC) wajib dilakukan setiap
kali sebuah tradisi atau narasi budaya akan didigitalisasi
(UNESCO, 2018). Selanjutnya, kesepakatan formal berupa
nota kesepahaman (MoU) harus mengatur hak cipta,
lisensi penggunaan, pembagian manfaat, dan mekanisme
revisi berbasis komunitas. Pembentukan dewan
penasihat (advisory board) yang beranggotakan tokoh
komunitas, pendidik, dan ahli teknis penting dilakukan
untuk menilai konten sebelum dipublikasikan (Smith,
2021). Selain itu, penggunaan lisensi terbuka dengan
klausul khusus - seperti non-komersial atau persyaratan
persetujuan komunitas untuk kegiatan komersialisasi -
akan memastikan komunitas tetap memiliki kendali atas
pemanfaatan ekonominya (Christen & Anderson, 2019).
Dari perspektif keberlanjutan dan pendanaan,
diperlukan model pembiayaan hibrida yang memadukan
dana publik, dukungan CSR perusahaan, kontribusi
lembaga donor internasional, serta potensi pendapatan
mikro dari produk pendidikan berbasis budaya.
Universitas, komunitas lokal, dan startup dapat
membentuk konsorsium untuk mengakses dana riset
bersama, misalnya melalui seed grants kampus (OECD,
2020). Di tingkat lokal, pemerintah daerah dapat
memberikan insentif kebijakan berupa alokasi dana
dalam anggaran pendidikan untuk mendukung
pengembangan media berbasis budaya (World Bank,
2021). Pada saat yang sama, pengembangan model
kewirausahaan sosial yang menyalurkan sebagian
keuntungan kembali kepada komunitas pemilik budaya
akan memperkuat rasa memiliki dan memastikan
keberlanjutan program (Nicholls, 2018). Praktik
implementasi dapat diadaptasi melalui langkah-langkah
sistematis sebagai berikut:

