Page 27 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 27
yang mengintegrasikan teori, praktik, dan teknologi
secara holistik, sehingga calon guru terbiasa berpikir
reflektif sekaligus aplikatif. Jika dosen tidak berperan
sebagai model inovasi, calon guru berisiko mengulang
pola lama yang kurang relevan dengan konteks digital.
Tantangan berikutnya adalah keterbatasan
infrastruktur dan akses teknologi. Tidak semua LPTK
memiliki sarana laboratorium digital, perangkat teknologi
pembelajaran, atau akses internet memadai. Padahal,
keberhasilan pendidikan guru sangat dipengaruhi oleh
lingkungan belajar yang mendukung. Mishra dan Koehler
(2006) melalui kerangka TPACK menegaskan pentingnya
keseimbangan antara pengetahuan teknologi, pedagogi,
dan konten. Tanpa fasilitas dan dukungan kelembagaan,
sulit bagi calon guru untuk mencapai kompetensi tersebut
secara utuh.
Selain itu, LPTK menghadapi tantangan
membangun identitas guru sebagai agen perubahan,
bukan sekadar pelaksana kurikulum. Pendidikan guru
harus menumbuhkan kesadaran kritis bahwa guru
berperan dalam menjaga budaya lokal sekaligus
mengembangkan inovasi global. Zeichner (2010)
menegaskan pentingnya teacher agency, yaitu kapasitas
guru untuk membuat keputusan profesional secara
mandiri berdasarkan refleksi kritis terhadap konteks
sosial dan budaya. Tanpa hal ini, guru akan mudah
terjebak menjadi “pabrik tenaga pengajar” yang hanya
mengikuti instruksi, bukan inovator pendidikan.
Dengan demikian, LPTK berada di persimpangan
jalan: apakah akan menjadi sekadar pabrik pencetak guru
dalam jumlah besar, atau pusat inovasi yang
menghasilkan guru profesional, reflektif, dan inovatif?
Jawaban atas tantangan ini menuntut reformasi
menyeluruh, mulai dari kurikulum, kualitas dosen,

