Page 55 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 55
sini peran guru adalah kurator tugas, moderator refleksi,
dan evaluator proses - bukan sekadar pemberi skor.
Namun praktik-praktik tersebut sering kali
menghadapi hambatan operasional. Pertama, kesiapan
guru memainkan peran penentu: tanpa desain
instruksional yang baik dan kompetensi TPACK, media
canggih berisiko menjadi atraksi tanpa substansi (Mishra
& Koehler, 2006). Oleh karena itu, program pelatihan
yang memadukan workshop teknis dengan penugasan
desain kurikulum dan mentoring lapangan terbukti lebih
efektif ketimbang pelatihan sekali jalan. Guru perlu ruang
untuk bereksperimen dalam tim, melakukan lesson study
yang difokuskan pada media, serta mendapat umpan
balik dari kolega dan peneliti LPTK.
Kedua, masalah infrastruktur dan skala menuntut
solusi kontekstual. Di sekolah yang memiliki konektivitas
terbatas, sekolah dapat menggunakan versi “turunan”
dari AR/VR berupa modul cetak interaktif, model fisik
yang dilengkapi QR code yang memutar klip pendek saat
dipindai di perangkat sederhana, atau penggunaan 360°
video yang dapat diputar secara offline. Praktik-praktik
inovatif yang sukses sering kali memulai dari pilot skala
kecil di “hub school” yang kemudian menjadi pusat
pelatihan untuk sekolah-sekolah terdekat, memanfaatkan
kemitraan dengan perguruan tinggi, dinas pendidikan,
dan sektor kreatif untuk pembiayaan dan transfer
teknologi (Listiawan, 2016).
Ketiga, masalah evaluasi harus ditangani dengan
instrumen yang sesuai. Evaluasi efektif menggabungkan
pengukuran kognitif (pre-post test), pengukuran afektif
(skala motivasi, minat), pengukuran keterlibatan (log
aktivitas pada LMS, rekaman partisipasi), serta penilaian
produk autentik (portofolio digital, presentasi
komunitas). Studi lapangan pada penerapan AR/VR dan

