Page 91 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 91
hanya menghambat proses produksi dan pengemasan
materi berbasis kearifan lokal, tetapi juga mengurangi
kepercayaan diri guru untuk bereksperimen dengan
media inovatif (Brata, 2021). Guru yang kurang familiar
dengan perangkat lunak desain visual, aplikasi
storytelling, atau teknologi augmented reality sering kali
memilih metode konvensional karena dianggap lebih
aman dan tidak memerlukan keterampilan teknis yang
rumit. Ketimpangan literasi digital ini mengakibatkan
kesenjangan kualitas pengajaran, di mana sekolah di
perkotaan mampu memanfaatkan teknologi lebih optimal
dibandingkan sekolah di daerah pedalaman atau pesisir.
Hambatan infrastruktur dan konektivitas juga
menjadi persoalan krusial. Banyak sekolah di daerah
terpencil masih menghadapi keterbatasan akses listrik
yang stabil dan jaringan internet yang memadai.
Beberapa wilayah bahkan tidak memiliki fasilitas dasar
seperti perangkat komputer atau proyektor untuk
mendukung pembelajaran digital. Kondisi ini membuat
pemanfaatan media inovatif sulit diterapkan secara
menyeluruh, sehingga menghambat upaya pemerataan
kualitas pendidikan berbasis kearifan lokal di seluruh
daerah. Kesenjangan akses ini berdampak langsung pada
rendahnya frekuensi penggunaan media digital, sehingga
potensi untuk memperkuat identitas budaya melalui
teknologi tidak terwujud secara merata.
Selain kendala teknis, tantangan pedagogis dan
desain konten menjadi faktor penting lainnya. Tidak
sedikit pengembangan media berbasis kearifan lokal
hanya berupa “alih bentuk” materi tradisional ke format
digital tanpa inovasi kreatif dalam penyajiannya.
Misalnya, cerita rakyat hanya ditransfer menjadi teks
digital atau video statis tanpa melibatkan unsur
interaktivitas, narasi imersif, atau gamifikasi yang dapat
menarik minat siswa. Akibatnya, meskipun media

