Page 99 - Transformasi Media Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal di Era Digital
P. 99
berperan sebagai katalis demokratisasi: membuka akses
belajar yang lebih luas, melintasi batas ruang dan waktu,
serta memungkinkan siswa di daerah terpencil untuk
memperoleh materi, mengikuti diskusi, dan mengerjakan
asesmen daring yang sebelumnya sulit dijangkau. Di sisi
lain, arus digitalisasi yang masif juga membawa ancaman
homogenisasi budaya. Konten global yang mendominasi
ruang digital kerap mengikis keragaman lokal,
meminggirkan nilai dan praktik pendidikan yang menjadi
jati diri masyarakat setempat.
Dari sisi peluang, digitalisasi menghadirkan
inovasi pembelajaran yang lebih inklusif. E-module dan
bahan ajar digital interaktif telah terbukti memperluas
akses pembelajaran di berbagai daerah, termasuk
wilayah terpencil yang sebelumnya tidak tersentuh
layanan pendidikan bermutu (Kenyo, 2023). Teknologi ini
tidak hanya menyediakan materi sains atau bahasa yang
dahulu hanya tersedia di kota besar, tetapi juga membuka
akses multipel: siswa dapat menjangkau jaringan
pembelajaran melalui forum dan webinar, memperoleh
instruksi berkualitas melalui video, dan menikmati
penilaian formatif yang cepat. Hybrid learning yang
semakin umum sejak pandemi memperlihatkan dampak
positif serupa: sekolah dengan keterbatasan guru dapat
memanfaatkan sumber daya pengajaran daring untuk
menutup kesenjangan.
Namun, demokratisasi ini memiliki sisi ambivalen
ketika tidak disertai kurasi dan lokalisasi konten. Aliran
materi global - video, modul, dan aplikasi - sering
membawa pola nilai, gaya penyajian, dan asumsi budaya
yang tidak selalu selaras dengan konteks lokal. Sekolah
yang mengandalkan konten siap-pakai dari platform
besar cenderung menyajikan pembelajaran yang
seragam, sehingga tema, bahasa, dan cara berpikir yang
diasah pun mengikuti pola global. Studi Kamal (2022)

