Page 240 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 240

PARA PENASIHAT UNTUK INDONESIË  —  219


               guru setempat menggunakan Jami’ al-usul f  l-awliya’ cetakan Kairo untuk
               mencari  kekebalan.  Sebagai  tanggapan,  Snouck  menasihatkan  (sekali  lagi)
               bahwa  tarekat-tarekat  seperti  Naqsyabandiyyah  adalah  gerakan  panteistik
               “yang sepenuhnya bebas dari aspirasi politik”, dan bahwa buku-buku tersebut
               tidak memberikan petunjuk yang spesif k mengenai perkara semacam itu. 2
                    Seperti van den Berg, Snouck mendapati bahwa minat historisnya harus
               diletakkan  jauh  di  belakang  tugas-tugas  dinasnya,  terutama  saat  terlibat
               dalam banyak ekspedisi ke Aceh. Namun, selama nasihatnya diikuti oleh para
               pejabat yang penuh perhatian seperti Hogenraad, ini barangkali merupakan
               pil yang tidak terlalu pahit untuk ditelan. Mejanya kerap disesaki berbagai
               informasi mengenai serangan tertentu. Dia bisa dengan mudah menugaskan
               agar  dokumen-dokumen  menarik  disalin  atau  sekadar  ditambahkan  pada
               koleksinya. Namun, ketika menjadi semakin jelas bahwa apa yang dikatakannya
               membentur telinga-telinga tuli atau yang dikatakannya harus diulang-ulang
               untuk pejabat yang masih hijau, dia mulai merindukan cakrawala baru. 3
                    Dengan  diangkatnya  Van  Heutsz  menjadi  Gubernur  Jenderal  pada
               1904,  sang  penasihat  yang  dilanda  ketidakpuasan  itu  melihat  jendela
               peluangnya  di  Hindia  diselimuti  kabut.  Pada  April  1906  Snouck  berlayar
               ke Eropa. Pintu-pintu Akademi Leiden akan terbuka baginya, sebagaimana
               pintu-pintu Halaman Suci di Mekah terbuka untuk al-Zawawi pada akhir
               1908.  Snouck  diangkat  secara  resmi  dalam  fakultas  pada  akhir  Oktober
               1906,  tapi  dia  tetap  menjadi  penasihat  senior  untuk  takhta  Belanda  dan
               mengawasi pengajuan para calon administrator kolonial hingga pensiun pada
               1927. Pastinya pendidikan berkualitas untuk para pejabat merupakan sebuah
               prioritas  penting  baginya.  Mengulangi  perselisihan  awalnya  dengan  status
               quo, dia mengirim serangkaian surat pada surat kabar-surat kabar terkemuka
               dan  mengungkapkan  penyesalannya  mengenai  kondisi  pendidikan  untuk
               para pegawai luar negeri. Menurutnya, kebanyakan instruktur lebih tertarik
               menunjukkan  apa  yang  diyakini  sebagai  keunggulan  kebudayaan  Barat
               ketimbang  menyampaikan  informasi  mengenai  budaya  dan  bahasa  yang
               barangkali akan dijumpai para siswa mereka. Berlainan dengan Inggris, yang
               menurut Snouck telah lama memahami berbagai kebutuhan pendidikan para
               pejabat kolonial mereka. 4
                    Sementara  itu,  di  Batavia,  yang  pertama  dari  beberapa  cendekiawan
               dengan kecenderungan serupa menduduki jabatannya, meski sebagai Penasihat
               untuk Urusan-Urusan “Pribumi” bukannya “Pribumi dan Arab”. Dia adalah
               G.A.J.  Hazeu,  seorang  ahli  Jawa  pemilik  tesis  mengenai  wayang  klasik  di
               Leiden pada 1897, yang penilaiannya mengenai penyebab pemberontakan
               Gedangan  ditolak Van  Heutsz.   Ketika  Hazeu  menjadi  bawahan  langsung
                                          5
               Snouck setelah kedatangannya di Batavia pada 1898, pengaruh Snouck telah
               menyebar luas. P.S. van Ronkel (1870–1954), putra pengkhotbah ternama
   235   236   237   238   239   240   241   242   243   244   245