Page 242 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 242

PARA PENASIHAT UNTUK INDONESIË  —  221


               diterapkan pada 1905. Sebuah usaha lain untuk memperkuat cengkeraman
               terhadap Islam sebagai sebuah institusi, ordonansi ini memerintahkan agar
               para guru sejak saat itu mendaftarkan baik ajaran maupun pesantren mereka.
               Para  guru  yang  sama  menganggap  sang  Penasihat  sebagai  pembela  dalam
               hal-hal semacam ini, sebagaimana yang kita lihat dalam kasus tiga guru dari
               Kediri  yang  dicabut  haknya  untuk  melaksanakan  shalat  Jumat  di  pondok
               mereka pada 1909. Salah seorangnya secara khusus menarik perhatian Hazeu
               karena tampaknya lelaki ini, Muhammad Minhad, di Afdeling Trenggalek,
               kehilangan hak istimewanya dengan alasan tidak menyatakan dirinya seorang
                                                             12
               guru  Naqsyabandiyyah  dan  karena  buku-bukunya.   Hazeu  memprotes
               tindakan tersebut dan pemikiran yang ada di belakangnya secara keras:
                    Contoh  ini  sekali  lagi  menggambarkan  konsekuensi  yang  tak  dikehendaki
                    dari  ketidakpercayaan  yang  kerap,  dan  sangat  kentara,  dikembangkan  oleh
                    Pemerintah (juga Pemerintah Pribumi) terhadap para guru tarekat secara umum.
                    Ketidakpercayaan demikian menjadikan orang-orang ini pada gilirannya juga
                    tidak  percaya  kepada  Pemerintah  dan  terdorong  berbuat  kebohongan  dan
                    kepalsuan demi mendapat kesempatan untuk memberikan pendidikan secara
                    rahasia. Perbuatan yang bagaimanapun dihargai oleh orang Jawa kebanyakan,
                    tapi tak tertangkap mata Pemerintah. Maka, dalam Daftar para Kjahi dan Guru
                    di Karesidenan Kediri untuk 1903, kita hanya mendapati sedikit guru agama
                    yang  terdaftar  memberikan  pengajaran  tarekat.  Suatu  kontradiksi  mencolok
                    dengan kenyataan! Benar-benar banyak guru tarekat sejak masa sangat lampau
                    di Kediri, dan mereka ada di sana sekarang. Tak perlu dikatakan bahwa metode
                    bertindak  seperti  ini  terhadap  para  guru  tarekat  jelas  harus  dihindari,  baik
                    berdasarkan  pertimbangan  etis  maupun  politis.  Lagi  pula,  pengawasan  para
                    guru  agama  yang  dikehendaki  oleh  Ordonansi  Guru  tidak  bisa  mencapai
                    tujuannya jika para guru tarekat tidak tercantum dalam daftar. 13

                    Hazeu kemudian menunjukkan bahwa, di antara berbagai tarekat (yang
               diyakini kuno) yang dipraktikkan di Hindia, hanya beberapa yang ditemukan
               mempromosikan  ajaran-ajaran  yang  menentang  tatanan  yang  berlaku.
               Dengan demikian, bisa jadi “tak ada alasan” untuk melarang praktik-praktik
               tarekat, sebagaimana yang terjadi di beberapa kabupaten. Ini bukan berarti
               Hazeu menyukai tarekat yang diyakininya sebagai warisan leluhur. Terlepas
               dari sentimen pan-Islam yang kadang memengaruhi artikel-artikel al-Imam,
               dan yang membenarkan pengawasan berkelanjutan, dengan perhatian yang
               penuh kehati-hatian Hazeu mengamati surat kabar ini dan para editornya
               yang terhormat yang berusaha melaksanakan program mereka di dalam batas-
               batas hukum, meminta saran (dan kontribusi) dari para sekutu, tak kurang
               dari Sayyid ‘Utsman. 14
                    Kita  sudah  mencatat  sikap  al-Imam  mengenai  tarekat  dan  melihat
               betapa mempertanyakan asal usul mistis tarekat akan menjadi tugas utama
   237   238   239   240   241   242   243   244   245   246   247