Page 36 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 36

MENGINGAT ISLAMISASI  —  15


               Din.  Dia  kemudian  digantikan  oleh  seorang  cendekiawan  setempat  yang
               memiliki kecenderungan ekstrem bernama Kamal al-Din, yang jabatannya
               terancam oleh kedatangan seorang cendekiawan dari Gujarat pada Mei 1637.
               Cendekiawan  Gujarat  itu  adalah  Nur  al-Din  al-Raniri  (w.  1658),  seorang
               anggota komunitas Hadrami yang penting dan cukup besar di Surat, yang
               keluarganya sudah memiliki hubungan dengan Melayu. Seorang pamannya
               telah  memberikan  pelajaran-pelajaran  dasar  di  Aceh  di  bawah  ‘Ala’  al-Din
               Perak (berkuasa 1577–85), dan ada petunjuk bahwa dia sudah dikenal oleh
               Iskandar II yang lahir di Pahang, yang menggantikan Iskandar Muda. 39
                    Al-Raniri  sepertinya  sangat  tidak  senang  karena  Kamal  al-Din
               mengajukan  gagasan  (bahkan  mungkin  di  hadapan  publik)  bahwa Tuhan
               adalah “ruh dan wujud” dan manusia adalah “ruh dan wujud-Nya”. Meski tidak
               ada bukti mengenai perumusan dengan kalimat ini dalam sumber-sumber
               sebelumnya yang berbahasa Melayu atau Arab yang kita ketahui sekarang,
               al-Raniri menghubungkan ucapan itu pada tulisan al-Fansuri dan Syams al-
               Din.  Hal  ini  menjadi  lebih  mengejutkan  mengingat  sebelumnya  al-Raniri
               memuji Syams al-Din, yang juga dikenal mendorong agar karya-karya mistis
               dijauhkan dari jangkauan orang awam. Bagaimanapun, ini adalah penyalahan
               karena  asosiasi.  Setelah  serangkaian  perdebatan  di  hadapan  Iskandar  II,
               Kamal al-Din yang tampaknya tidak mau bertobat pun dieksekusi, sementara
               buku-buku para pendahulu Jawi-nya (yang barangkali memuat rumusan itu)
               diperintahkan untuk dibakar. 40
                    Selanjutnya, al-Raniri praktis berkuasa dalam semua urusan keagamaan
               dan negara di bawah sang sultan. Meninggalnya sang sultan pada 1641 dan
               penobatan jandanya, Saf yyat al-Din (berkuasa 1641–75), tidak membuat al-
               Raniri risau sedikit pun. Bahkan, kemungkinan besar al-Raniri puas ketika
               janda sang sultan mengawali kekuasaannya dengan menghormati kesepakatan
               dagang dengan Gujarat, yang membuat Belanda waswas. Sebaliknya, hal ini
               merupakan pengulangan perdebatan teologi yang membenarkan pengusiran
               al-Raniri dua tahun kemudian dengan kembalinya seorang murid Kamal al-
               Din pada Agustus 1643. Dia adalah seorang lelaki suku Minangkabau dari
               Sumatra Barat bernama Sayf al-Rijal (w. 1653), yang konon pernah belajar
               langsung  di  Gujarat.  Meski  ini  mungkin  benar,  sebuah  dokumen  yang
               diidentif kasi baru-baru ini menunjukkan bahwa dia juga menyebut dirinya
               Sayf al-Din al-Azhari, menyiratkan bahwa dia memiliki pengalaman di masjid
               utama di Kairo, al-Azhar. 41
                    Didirikan  oleh  Dinasti  Fatimiyyah  pada  abad  kesepuluh,  al-Azhar
               menjadi terkenal sebagai pusat otoritas yuridis Suni setelah mereka digulingkan
               oleh Dinasti Ayyubiyyah pada 1171. Al-Azhar dilindungi oleh para penguasa
               Mamluk  di  Kairo  (1250–1517),  yang  menyokong  tempat-tempat  suci  di
               Arabia sampai mereka ditumbangkan dan digabungkan oleh Utsmani. Sebagai
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41