Page 39 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 39

18  —   INSPIRASI, INGATAN, REFORMASI


          akan berkecamuk di semua bagian dunia Islam. Meski masa jabatan al-Raniri
          kontroversial, tetapi dia menghasilkan karya-karya yurisprudensi Islam (f qh)
          yang tetap bertahan dalam kanon Melayu setelah pengusirannya. Juga jelas
          bahwa  para  penulis  pada  masa  berikutnya  menghargai  desakan  al-Raniri
          terhadap penggunaan secara tepat terhadap tradisi muslim yang terbukti asli
          dan penolakannya terhadap roman-roman Melayu seperti Hikayat Seri Rama
          dan Hikayat Inderaputra. 48
              Barangkali akar persoalannya ada pada bersedia atau tidaknya para calon
          muhaqqiqin untuk memadukan ajaran mereka dengan tulisan-tulisan semacam
          itu. Dilihat dari perspektif masa kini, ada banyak hal yang bisa ditolak dalam
          banyak roman yang memanusiakan nama-nama pertempuran terkenal pada
          era awal Islam, atau yang menonjolkan pahlawan perempuan bukannya laki-
          laki. Namun, al-Raniri tidak terlalu berminat membahas persoalan kekuasaan
          perempuan,  mengingat  kerja  samanya  dengan  Ratu  Saf yyat  al-Din,  yang
          digambarkan oleh seorang pelawat Mesir, Mansur b. Yusuf al-Misri, sebagai
          “muslimah yang ramah dan sempurna”. Penguasa perempuan jelas tidak jadi
          masalah bagi orang Mesir ini, yang kisah-kisahnya sampai di Yaman pada
          sekitar 1662. Bahkan, Mansur b. Yusuf terkesan dengan komitmen orang-
          orang Jawi pada Islam, dengan menyatakan bahwa orang-orang Banten dan
          Jawa “mengayomi Islam” di bawah raja yang “adil dan waspada”. 49
              Tak diragukan lagi mereka mengarahkan perhatian semakin ke barat.
          Sajarah  Banten  menceritakan  salah  seorang  raja,  ‘Abd  al-Qadir  (berkuasa
          1626–51), mengirim sebuah misi ke Mekah pada 1630-an yang dimaknakan
          sebagai usaha untuk memperoleh gelar sultan dari syarif Mekah. Penafsiran
          ini  lebih  mengutamakan  politik  gelar  ketimbang  tujuan  resmi  misi  yakni
          untuk memperoleh pemahaman mengenai ajaran-ajaran utama dalam akidah.
          Setelah  berhenti  di  Kepulauan  Maladewa,  Pantai  Coromandel,  Surat,  dan
          Mocha,  rombongan  utusan  raja  pergi  ke  Jeddah  menghadap  Syarif  Zayd
          (berkuasa  1631–66)  untuk  meminta  penjelasan  kandungan  tiga  risalah.
                                                                         50
          Ketiganya diidentif kasi sebagai sebuah teks mengenai eskatologi Suf , salah
          satu dari kumpulan karangan al-Fansuri, atau mungkin juga sanggahan al-
          Raniri. Kecendekiawanan terbaru memang mengajukan kemungkinan bahwa
          pertikaian antara Kamal al-Din dan al-Raniri bisa jadi dipicu oleh melintasnya
          misi dari Banten itu atau oleh kepulangan mereka dari Mekah.
              Apa pun yang terjadi, Sajarah Banten menunjukkan bahwa persoalan
          yang  diperdebatkan  di  Aceh  menjadi  keprihatinan  pula  di  Jawa  Barat.
          Orang-orang  Banten  tetap  berhubungan  dengan  al-Raniri  yang  sudah
          kembali  ke  Gujarat.  Utusan  dari  Banten  semula  hendak  meneruskan  misi
          ke Konstantinopel. Karena pemimpin mereka meninggal, rombongan pun
          pamit pulang. Syarif Zayd menghadiahi mereka sebuah batu dengan bekas
          tapak kaki Nabi, sehelai penutup Kakbah, dan secarik bendera yang konon
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44