Page 42 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 42

MENGINGAT ISLAMISASI  —  21


               itu  dan  penyerangnya  sama-sama  telah  salah  menafsirkan  makna  esoterik
               kata-kata Ibn al-‘Arabi yang dinukil oleh al-Burhanpuri. Dalam Syath al-wali
               (Ucapan Sang Wali), al-Kurani lebih jauh menyatakan bahwa hanya individu
               yang  lemah  imannya  dan  terlalu  rasionalis  dalam  memaknai  Quran  yang
               sampai  pada  pandangan  semacam  itu. Tujuan  akhir  sang  mistikus  adalah
               “kembali” kepada sang Pencipta, sembari mengakui bahwa wujudnya tetap
               merupakan bagian dari ciptaan sehingga tak bisa tidak merupakan sesuatu
               yang terpisah. 58
                    Kontribusi Al-Sinkili mengenai hal-hal mistis bermula ketika Saf yyat
               al-Din memintanya menulis Mir’at al-tullab (Cermin para Pencari). Dalam
               karyanya itu, al-Sinkili mencari jalan tengah antara kaum antinomi ekstatis
               lokal dan kaum Syari‘ah-sentris yang hendak (kembali) ke Asia Tenggara. Hal
               ini  ditunjukkan  oleh  fakta  bahwa  dia  memparafrasekan  puisi  Hamzah  al-
               Fansuri tanpa menyebutkan namanya.
                    Sebagaimana al-Raniri, al-Sinkili pun tidak menentang martabat tujuh
               al-Burhanpuri. Sebaliknya, dalam Daqa’iq al-huruf (Rincian Huruf-Huruf) dia
               menentang perancuan esensi batin yang kekal dengan esensi eksternal yang
               tampak  karena  hal  itu  berarti  menyamakan  ciptaan  dengan  Tuhan.   Tak
                                                                           59
               diragukan lagi, orang Banten yang menjadi utusannya, ‘Abd al-Muhyi, adalah
               seorang pengajar Tuhfah, seperti halnya seorang wakilnya yang lain, Syekh
               Burhan  al-Din  (1646–1704),  yang  kini  dikenang  sebagai  sosok  pengislam
               Minangkabau  (meskipun  ada  banyak  makam  muslim  yang  lebih  tua)  dan
               pendiri sebuah sekolah di Ulakan.
                    Al-Sinkili  lebih  dikenal  karena  terjemahan  dan  tafsir  Quran-nya,
               Tarjuman al-mustaf d (Terjemahan yang Bermanfaat). Karyanya itu merupakan
               tafsir pertama yang utuh dan berbahasa Melayu berdasarkan pembahasan “dua
               Jalal” dari Mesir; Jalal al-Din al-Mahalli (1389–1459) dan muridnya Jalal al-
               Din al-Suyuti (1445–1505). Cukup berbeda dari situasi abad keenam belas
                                       60
               ketika terdapat perhatian besar terhadap pengetahuan tentang “Suf sme” yang
               bisa disampaikan oleh seorang tamu asing dan kesediaan untuk berf lsafat
               mengenai esensi-esensi abadi, Aceh abad ketujuh belas menjadi pusat kegiatan
               kecendekiawanan dan pertukaran yang disponsori kerajaan bagi ajaran tarekat
               dalam tradisi Syattari. Namun, Aceh bukanlah satu-satunya kerajaan yang
               menghasilkan cendekiawan berkaliber internasional.
                    Ambil  contoh Yusuf  al-Maqassari  (alias  Syekh Yusuf Taj  al-Khalwati,
               1627–99) yang lahir di Kerajaan Gowa, Sulawesi, yang baru diislamkan. Yusuf
               pergi ke Arabia pada September 1644. Dia singgah di Banten dan menjadi
               sahabat putra mahkota. Lalu, dia singgah di Aceh, dan mungkin termasuk
               yang menyesali kepergian al-Raniri.  Seperti halnya al-Sinkili, al-Maqassari
                                              61
               menghabiskan bertahun-tahun dalam berbagai lingkaran pengajaran di Timur
               Tengah.  Dia  menjalin  hubungan  dengan  persaudaraan  Naqsyabandi  dan
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47