Page 120 - EBOOK_Modal Sosial Petani Dalam Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Daerah
P. 120

100 | Modal Sosial Petani dalam Peratanian


                  Pernyataan di atas semakin memperjelas bagaimana keadaan
             petani  dalam  memenuhi  kebutuhan  hidupnya.  Petani  miskin
             (gurem)  yang  sangat  banyak  menjalankan  model  pemikiran
             subsistensi  ini.  Dengan  menggunakan  strategi  seperti  ini  mereka
             mampu hidup untuk menjalani kehidupan. Apalagi, model pertanian
             non-organik (konvensional) telah menjadi budaya yang   mendarah
             daging  kehidupan  pertanian.  Tentunya  sangat  sulit  merubah  hal
             tersebut,  walau  seperti  dijelaskan  di  atas,  perubahan  model
             pertanian  dengan  berbagai  program  yang  ada  di  dalamnya  akan
             menguntungkan petani.


             b .   S u m b e r   D a y a   M a n u s i a   P e t a n i
                  Kualitas  sumber  daya  manusia  (petani)  yang  dimiliki  bidang
             pertanian  sangat  memprihatinkan.  Hal  ini  terjadi  karena  adanya
             anggapan  bahwa  menjadi  seorang  petani  adalah  pekerjaan  yang
             rendah  dan  tidak  menguntungkan.  Akibatnya,  pekerjaan  menjadi
             petani  ditinggalkan  oleh  orang-orang  muda  yang  memiliki
             kemampuan. Bila kita perhatikan dengan seksama, petani yang ada
             saat ini kebanyakan adalah dari orang-orang tua dan berumur lanjut.
             Tenaga yang mereka miliki sudah sangat berkurang, tidak sebanyak
             sewaktu mereka masih muda. Sedangkan anak-anak mudanya, lebih
             senang  pergi  ke  kota  mencari  pekerjaan  di  sana.  Akibatnya,  yang
             membangun sektor pertanian sebagai “petani  akar” adalah mereka
             yang  telah  relatif  tua  dan  orang-orang  yang  “kalah”  dalam
             pertempuran mereka mencari kerja di kota.
                  Sjafri  Mangkuprawira  (2009;  47)  menjelaskan  bahwa
             sebanyak 87 persen pelaku sektor pertanian adalah lulusan SD dan
             bahkan tidak  tamat  SD.  Sementara  mereka  yang sarjana  hanya  3,5
             persen. Bisa dibayangkan, bagaimana rendahnya produktifitas SDM
             pertanian.  Tentu  saja  akibatnya,  kontribusi  sektor  ini  semakin
             tertinggal  dibanding  sektor  lain  khususnya  industri.  Meskipun
             kontribusi  sektor  pertanian  terhadap  pendapatan  nasional  sudah
             semakin digeser oleh sektor industri, yaitu sekitar 17%, namun lebih
             dari  45%  penduduk  masih  mencari  nafkah  di  sektor  pertanian.
             Beberapa  fakta  mengindikasikan  semakin  pentingnya  peran  sektor
             pertanian  dalam  penyerapan  tenaga  kerja.  Selama  krisis  dan
             beberapa  tahun  terakhir  terjadi  penurunan  nilai  tukar  petani  dan
             penurunan  upah  buruh  di  pedesaan.  Hal  ini  menunjukkan  adanya
             pertambahan angkatan kerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan
             tingginya  pertambahan  angkatan  kerja  Indonesia  yaitu  1,2%  atau


                                                  Amiruddin Ketaren|  Bab IV : 57-106
   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125