Page 100 - Layla Majnun
P. 100
“Hei, kau! Pemujaanmu telah menjauhkanmu dari dunia dan
membiarkanmu tak sadar dengan apa yang sedang terjadi. Tapi izinkan
aku mengatakan kepadamu: sia-sia saja kau mendedikasikan hatimu untuk
Layla. Kau makhluk bodoh! Apakah kau benar-benar berharap ia akan
tetap setia kepadamu? Apakah kau pikir ia akan menunggumu? Apakah
kau masih tetap mengharapkan datangnya sinar, sementara yang ada
hanyalah kegelapan?
“Betapa tololnya dirimu! Lentera ketidakbersalahan yang ber-
sinar serta cinta yang kau harapkan dari jauh hanyalah sebuah ilusi, sebuah
muslihat. Cintanya untukmu hanya ada dalam imajinasimu; baginya kau
tak berarti apa-apa!”
Majnun membuka mulutnya hendak berbicara namun si pengen-
dara asing itu memotongnya, dan berbicara dengan suara lebih keras dan
kasar kali ini.
“Kau sungguh makhluk bodoh dan malang, dan kau telah terse-
sat! Tidakkah kau menyadari bahwa ia telah membohongimu? Kau telah
menyerahkan hatimu kepadanya dan ia telah menyerahkan hatinya kepa-
da pihak musuh!”
“Ia telah melupakanmu, Majnun, dan ia telah membiarkan ke-
nangannya bersamamu terbang terbawa angin. Ia telah menikah dengan
pria lain – sebuah pernikahan yang dengan senang hati diterimanya. Kini
pikirannya hanya tertuju pada suaminya, untuk ciumannya, untuk permain-
an cintanya, kehangatan pelukannya, kekuatan tubuhnya dan keindahan
hartanya yang tersembunyi!”
“Ia telah hilang selamanya dan larut dalam pikiran-pikiran
menyenangkan tentang suaminya sementara kau terperangkap dalam
kesedihan serta penderitaanmu. Apakah hal itu benar? Apakah itu adil?
“Lihatlah betapa luasnya jurang pemisah antara kau dan
dirinya, pikirkanlah: untuk apa kau masih menyayanginya sementara
kenyataannya telah jelas bahwa ia sudah tak lagi menyayangimu?”
Majnun merasa seolah ada seribu ular yang menancapkan
taring mereka di dalam jiwanya. Ia membuka mulutnya untuk menjerit