Page 97 - Layla Majnun
P. 97
sini adalah milikmu. Seluruh milikku menjadi milikmu: kerajaanku berada
di bawah kekuasaanmu.”
Dan bagaimanakah tanggapan Layla? Tanggapan yang diberi-
kan oleh Layla cukup membuat kebahagiaan Ibn Salam pudar; hatinya,
yang sebelumnya bersinar terang bagaikan matahari, kini tertutupi oleh
kegelapan yang sepertinya semakin kuat seiring dengan berlalunya hari.
Layla tak mau makan, tidur, dan ia juga tak mengizinkan Ibn Salam untuk
menyentuh tempat tidurnya. Apa yang sebenarnya terjadi? Telah lama
Ibn Salam mengejarnya, dan kini saat kunci dari peti tempat permata
indah itu tersimpan telah berada di tangan, peti itu tetap tak mau terbuka.
Penasihatnya terus menyarankan agar ia bersabar dan dapat menahan
diri. Dan berharap. Ia mencoba sebisanya untuk menyenangkan hati Layla
dan mencoba untuk bisa memahami mengapa Layla menolak dirinya,
tapi semuanya sia-sia saja. Ia tak dapat membaca pancaran mata istrinya,
yang dapat dilihatnya hanyalah airmata, dan setiap malam tiba, Ibn Salam
terbaring sendirian di atas tempat tidurnya dan tak sanggup memejam-
kan matanya.
Ibn Salam menjadi benar-benar frustrasi sehingga ia berpikir bahwa
ia harus memaksa Layla. Lagipula, tanyanya pada dirinya sendiri, bukankah
Layla istrinya? Bukankah aku memiliki hak atas dirinya? Siapa tahu memang
itulah yang diharapkannya? Ibn Salam akhirnya menghentikan usahanya
untuk memenangkan hati Layla dengan kebaikan, ia justru melakukan
aksi yang lebih berani. Namun lagi-lagi ia gagal. Dalam usahanya untuk
memetik buah, ia hanya menggoreskan tangannya pada duri; dalam usaha-
nya untuk menikmati manisnya buah, satu-satunya hal yang dapat dirasakan-
nya hanyalah rasa yang jauh lebih pahit dari wormwood. Karena setiap
kali Ibn Salam mencoba untuk menyentuh istrinya, Layla menggigit lengan
suaminya dan mencakar wajahnya hingga berdarah.
“Aku bersumpah demi Allah jika kau mencoba melakukannya se-
kali lagi,” katanya sambil menangis, “Kau akan menyesalinya seumur hidup-
mu – apapun yang tersisa dari hidupmu! Aku telah bersumpah kepada
sang Pencipta bahwa aku takkan menyerahkan diriku kepadamu. Kau boleh