Page 105 - Layla Majnun
P. 105
bahwa sinyal itu akan datang tak lama lagi, karena ia telah melewati tiga
papan penunjuk jalan yaitu Penderitaan, Kelemahan, serta Usia Tua.
Hanya ada satu tali yang mengikatnya di dunia dan tali itu adalah
Majnun. Si tua Sayyid tidak merasa takut akan kematian. Namun ia takut
jika ia mati tanpa melihat putranya dan sinar matanya, hanya sekali saja
sebelum ia pergi. Hanya sedikit yang dapat ditinggalkannya – kepemilikan
duniawi tak berarti apa-apa baginya – namun ia sedih tatkala memikirkan
bahwa apa yang dimilikinya akan menjadi milik orang asing daripada darah
dagingnya sendiri.
Akhirnya ia memutuskan untuk mencari Majnun dan berbicara
kepadanya untuk terakhir kalinya. Mungkin saja ia dapat membuat putra-
nya mengerti; mungkin saja ia dapat membujuknya untuk melepaskan
jiwanya dari gurun pasir, untuk menyelamatkan hatinya dari obsesinya.
Harapannya untuk bertemu dengan Majnun sekali lagi menjadi
tempat bergantung hidupnya yang rapuh; putranya bagaikan tali yang
mengikatnya pada dunia ini. Dan begitulah, dengan tongkat di tangan dan
didampingi dua pria muda dari sukunya, ia berkelana mencari putranya.
Ia merasa yakin bahwa atas bimbingan Allah, ia akan mencapai tujuannya.
Perjalanan itu sangatlah menyiksa, bahkan bagi pria-pria muda
yang mendampinginya. Mereka menyeberangi dataran luas yang terba-
kar oleh panasnya sinar matahari. Mereka melewati pegunungan terisolir
yang puncaknya berapi. Mereka digigiti oleh nyamuk dan hewan-hewan
kecil yang berkeliaran di gurun, dan kaki-kaki mereka lecet-lecet karena
pasir yang membakar. Mereka berkelana dari oase ke oase, beristirahat
semalaman dan bertanya kepada setiap orang yang lewat tentang kabar
keberadaan Majnun.
Setelah beberapa minggu, tampaknya mereka takkan pernah
mencapai tujuan. Namun akhirnya, saat si tua Sayyid merasa khawatir
bahwa ia akan meninggal karena hawa panas dan debu dan juga keputus-
asaan karena tak tercapainya tujuan mereka, mereka bertemu dengan
seorang Bedouin tua yang mengetahui kabar Majnun.
“Kalian sedang mencari Majnun?” tanyanya dengan mata terbe-
lalak lebar. “Berarti aku dapat membantu, karena aku tahu di mana ia ber-