Page 109 - Layla Majnun
P. 109
kau hantu atau iblis? Ataukah kau manusia? Jika kau merasa dirimu manu-
sia, maka kau harus hidup selayaknya manusia.”
“O, Putraku! Jadilah teman hidupku sekali lagi, untuk hidupku
yang tinggal sejengkal lagi. Hari-hariku akan segera usai; bagiku, malam
telah menjelang. Jika kau tak ikut denganku hari ini, maka esok hari kau
takkan berjumpa lagi denganku. Aku harus pergi, dan kau harus menge-
nakan mantel kekuasaanku dan menggantikan posisiku. Tak lama lagi,
kesengsaraanku akan berakhir dan aku akan mendapatkan kedamaian,
jika Allah mengizinkan.
“Matahari dalam hidupku tenggelam dengan begitu cepatnya,
ditutupi oleh debu-debu di hari yang teramat panjang. Kegelapan ini men-
jadi pertanda, angin malam sedang menanti saatnya untuk membawa
jiwaku pergi. Ayolah, Putraku, selagi kita punya waktu untuk saling ber-
bagi. Ikutlah denganku dan gantikan posisiku, karena tempat itu hanya
layak menjadi milikmu.”
Awalnya, Majnun menuruti keinginan ayahnya: selama beberapa
hari ia beristirahat, makan dan minum, ia mengenakan pakaian yang layak
seperti orang-orang lainnya, ia meninggalkan ode serta sonetanya, dan ia
mendengarkan ucapan-ucapan ayahnya tentang begitu dekatnya mere-
ka untuk kembali ke peradaban dengan penuh perhatian.
Namun semuanya hanyalah kebohongan sedari awal hingga akhir.
Majnun sangat ingin membahagiakan ayahnya sehingga ia bersedia melaku-
kan apa saja. Namun pada akhirnya, rasa malu karena kebohongannya
membanjirinya. Ia menatap ayahnya dan berkata, “Ayah adalah hembus-
an napas yang memberikan kehidupan pada jiwaku, dan masih terus
memberikan kehidupan kepadaku. Aku adalah pelayan ayah, siap untuk me-
matuhi setiap perintah ayah. Namun hanya ada satu hal yang tak dapat
kulakukan. Aku tak dapat mengubah apa yang telah digariskan oleh takdir.
“Ayahku tersayang, Ayah bagaikan mata uang yang dicetak dengan
tinta kebijaksanaan; sementara mata uangku dicetak oleh tinta cinta!
Bahasa ayah adalah bahasa yang penuh logika, sementara bahasaku adalah
ceracau seorang pria yang gila karena hasrat! Begitulah adanya; dan hal
itu tak dapat diubah.”